SUMENEP, KOMPAS.com – Rambut Yata (52) mulai menipis dan memutih. Garis-garis halus di sudut matanya tampak jelas menunjukkan usianya yang tak lagi muda.
Namun, senyumnya tetap hangat menyambut setiap pembeli yang datang.
Warga Kecamatan Cangkuang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu sudah 22 tahun menjual bendera merah putih dan pernak-pernik Agustusan di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Baca juga: Soal Bendera One Piece, Ansor: Silakan asal Tingginya Tak Melebihi Merah Putih
Setiap tahun, Yata menggelar dagangannya dengan cara sederhana. Bendera merah putih dan berbagai pernak-pernik Agustusan dibentangkan di pinggir jalan.
Biasanya, lelaki berkumis ini memilih trotoar di wilayah Kecamatan Kota Sumenep sebagai lokasi berjualan, memanfaatkan tempat yang ramai dilalui orang.
Yata pertama kali datang ke Sumenep pada 2003. Saat itu, ia datang seorang diri membawa barang dagangan seadanya.
Demi bisa berjualan bendera dan pernak-pernik Agustusan, ia harus menempuh perjalanan sekitar 876 kilometer dari Bandung ke Kabupaten Sumenep.
“Setiap tahun, jelang Agustusan, saya berangkat. Memang jauh, tapi namanya cari penghasilan,” ujar Yata di Sumenep kepada Kompas.com, Minggu (3/8/2025).
Kala itu, tempat berjualan sekaligus menjadi tempat berteduh dan beristirahat dari terik matahari. Jika hujan turun, ia kadang menepi ke emperan toko untuk berlindung.
Semuanya dilakukan demi mencari peruntungan di tanah orang, dengan harapan bisa menambah penghasilan dan membahagiakan keluarga di kampung halaman.
“Selama bisa untuk keluarga, capeknya hilang. Yang penting halal,” tambah dia.
Setelah tujuh tahun mencari peruntungan sendiri, Yata mulai memberanikan diri mengajak sang istri ikut serta. Sejak itu, keduanya rutin datang bersama untuk berjualan menjelang Hari Kemerdekaan.
Di kampung halamannya, pekerjaan utama Yata adalah sopir angkutan umum jenis elf di Bandung. Namun, setiap musim kemerdekaan, ia cuti sejenak demi bisa berjualan bersama istri.
Bagi Yata, berdagang bendera bukan sekadar bisnis musiman. Tapi ikhtiar untuk tetap bertahan, menambah penghasilan, dan membahagiakan keluarga.
“Enggak juga. Bukan cuma bisnis musiman. Ini ikhtiar, apalagi sekarang ekonomi sulit, demi keluarga lah pokoknya,” jelasnya.