MALANG, KOMPAS.com - Dua warga Kota Batu, Jawa Timur, Galuh Nalibronto dan Ngatemoen Harijono, terus berjuang mendapatkan kembali hak mereka atas dua sertifikat hak milik (SHM) yang masih tertahan di bank pelat merah cabang Kota Batu.
Meskipun telah mengantongi putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) dari Mahkamah Agung (MA), upaya mereka menghadapi penahanan aset ini masih berlanjut.
Pada Senin (28/7/2025), Galuh dan Ngatemoen, didampingi tim kuasa hukumnya, secara resmi menyerahkan berkas kontra memori peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Malang.
Langkah ini diambil sebagai respons terhadap upaya hukum luar biasa yang diajukan bank setelah kalah di tingkat kasasi.
Baca juga: Kasus SHM Laut Sumenep Mulai Disidik, 3 Warga Bersaksi di Polda Jatim
"Putusan kasasi MA sudah final dan mengikat. Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi bank tersebut untuk menahan aset klien kami."
"Kami menuntut keadilan dan kepastian hukum yang selama ini terabaikan," ujar Suliono SH MKn, salah satu kuasa hukum pemilik aset, Selasa (29/7/2025).
Sengketa ini bermula ketika SHM milik Galuh dan Ngatemoen digunakan sebagai jaminan oleh debitur PT berinisial AGM.
Namun, MA menyatakan bahwa perjanjian kredit tersebut tidak sesuai prosedur dan melawan hukum, sehingga memerintahkan bank mengembalikan kedua SHM kepada pemiliknya yang sah.
Putusan ini telah diperkuat secara berjenjang, dimulai dari PN Malang pada 3 April 2023, Pengadilan Tinggi Surabaya pada 10 Juni 2024, hingga puncaknya di tingkat kasasi MA pada 19 November 2024.
Baca juga: Ternyata, Urus SHM Apartemen Beda dengan Rumah, Ini Caranya
PN Malang bahkan telah mengeluarkan teguran (aanmaning) kepada bank tersebut pada 22 Mei 2025 agar menyerahkan aset secara sukarela, namun perintah tersebut tidak diindahkan.
Jika PN Malang tidak segera menjalankan fungsinya, Galuh dan Ngatemoen mengancam akan menempuh jalur pengaduan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
"Kami menuntut ketegasan Ketua PN Malang untuk menegakkan putusan yang sudah inkrah," kata Suliono.
Farhan Faelani SH yang juga bagian dari tim kuasa hukum, mengungkapkan frustrasinya terhadap lambatnya proses eksekusi.
"Kami sudah dua kali mengajukan permohonan eksekusi resmi pada 2 Juni dan 23 Juli 2025, tetapi hingga kini belum ada tindak lanjut konkret dari PN Malang, baik lisan maupun tulisan," tegasnya.
Pihak PN Malang sempat beralasan bahwa mereka masih perlu meminta klarifikasi bank mengenai keberadaan SHM.