BLITAR, KOMPAS.com – Pihak keluarga dari siswa SMPN 3 Doko, Kabupaten Blitar, WV (12), yang menjadi korban pengeroyokan oleh siswa senior saat berlangsung Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) membantah adanya kesepakatan damai melalui penyelesaian secara kekeluargaan.
Ditemui di rumahnya di Desa Plumbangan, Kecamatan Doko, kakek korban bernama Karlan menegaskan bahwa pihak keluarga menolak perdamaian atas peristiwa perundungan dan pengeroyokan yang dialami cucunya.
“Tidak ada kata damai. Kami justru minta kasus ini diproses hukum,” ujar Karlan dalam Bahasa Jawa kepada awak media, Senin (21/7/2025) sore.
Baca juga: Perundungan Siswa Baru SMP di Blitar saat MPLS, Korban Alami Luka dan Trauma Psikis
Akibat pengeroyokan tersebut, kata dia, WV merasakan nyeri mulai dari bagian perut hingga kepala.
Menurut Karlan, sebelum dikeroyok puluhan siswa pada Jumat (18/7/2025), WV telah mengalami setidaknya dua kali perundungan di sekolahnya. Padahal, WV baru beberapa hari saja masuk sekolah sebagai siswa baru.
Meskipun, Karlan tidak dapat memastikan apakah pada perundungan pertama dan kedua yang dialami WV tersebut disertai aksi kekerasan fisik oleh pelaku.
Baca juga: Siswa SMPN di Blitar Di-bully Senior Saat MPLS, Dipanggil ke Belakang Kamar Mandi dan Dikeroyok
“Anaknya cerita ke saya. Gak berani cerita ke orangtuanya. Baru yang hari Jumat itu anaknya berani cerita karena sudah begitu keterlaluan,” ujar Karlan.
Atas dasar itulah, kata dia, pihak keluarga menolak upaya perdamaian dalam kasus tersebut.
“Seluruh keluarga tidak terima. Mau dilanjutkan secara hukum,” kata Karlan.
“Lha bagaimana lagi wong keadaannya seperti ini. Misal itu menimpa anak sampean sendiri apa ya sampean terima,” imbuhnya.
Karlan menambahkan bahwa WV merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang kini tinggal hanya bersama ayahnya.
Ibu WV, kata dia, sudah cukup lama berada bekerja di Hongkong sebagai pembantu rumah tangga.