SUMENEP, KOMPAS.com - Sebuah video yang menunjukkan tumpukan sampah di bibir pantai Dusun Mandar, Desa Sapeken, Kecamatan Pulau Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, viral di media sosial pada Minggu (22/6/2025).
Dalam video tersebut, terlihat sampah rumah tangga menumpuk dan menutupi sebagian besar garis pantai.
Ketua Pimpinan Anak Cabang Gerakan Pemuda Ansor (PAC GP Ansor) Sapeken, Indra Sidarta, menjelaskan bahwa kondisi ini disebabkan oleh terbatasnya tempat pembuangan akhir (TPA) di desa tersebut.
"Di Desa Sapeken ini hanya ada dua TPA, dan saat ini kondisinya sudah penuh dan tidak terurai. Karena itu, sebagian warga akhirnya terpaksa membuang sampah ke pinggir pantai," ungkapnya.
Baca juga: Pemerintah Targetkan 51 Persen Pengelolaan Sampah pada 2025, Bagaimana Caranya?
Indra menambahkan bahwa ketiadaan TPA memaksa warga setempat untuk membuang sampah di area pantai.
Akibatnya, tumpukan sampah semakin menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap yang mengganggu kesehatan warga.
"Setiap hari warga hanya bisa membuang sampah ke pantai karena tidak ada alternatif. Kalau dibiarkan terus, ini bisa jadi bencana ekologi," tambahnya.
Menurut Indra, penumpukan sampah tidak hanya menyebabkan bau tak sedap, tetapi juga mencemari ekosistem pesisir dan laut, serta mengancam mata pencaharian nelayan.
Pulau Sapeken, yang merupakan salah satu pulau terluar di wilayah Madura, memiliki keterbatasan infrastruktur, termasuk sistem pengelolaan sampah.
Hingga saat ini, belum ada tempat pembuangan resmi maupun sistem pengangkutan limbah rumah tangga yang terorganisir.
Data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep menunjukkan bahwa volume sampah rumah tangga di wilayah kepulauan rata-rata mencapai 0,4 kilogram per orang per hari.
Dengan jumlah penduduk Pulau Sapeken yang diperkirakan sekitar 8.000 jiwa, potensi tumpukan sampah harian bisa mencapai lebih dari 3 ton.
"Sebelum ada solusi jangka panjang, kami berharap ada upaya darurat, seperti pengiriman kontainer sampah, pelatihan pengelolaan limbah, atau kerja sama dengan pihak swasta untuk mengurangi beban lingkungan," jelas Indra.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sumenep mengakui bahwa mayoritas kecamatan yang berada di wilayah kepulauan Sumenep belum memiliki tempat pengolahan sampah terpadu (TPST).
"Memang mayoritas (di kepulauan) belum ada (TPST)," ungkap Arif Susanto, Kepala DLH, kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Baca juga: Darurat Sampah, Pemkot Madiun Gelar Upacara Hari Jadi di TPA yang Sudah Penuh
Arif menambahkan, terdapat sembilan kecamatan di wilayah kepulauan, yaitu Kecamatan Pulau Masalembu, Sapeken, Kangayan, Arjasa, Ra'as, Nonggunong, Gayam, Giligenting, dan Talango.
Dari sembilan kecamatan tersebut, baru Kecamatan Pulau Arjasa yang memiliki TPST yang diresmikan sekitar tahun 2024 lalu.
Namun, TPST dengan sistem pembakaran sampah tersebut belum beroperasi secara maksimal. "Memang belum maksimal," jelasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang