PASURUAN, KOMPAS.com - Pagi itu, Mohamad Kasiadi (68) terlihat sibuk menata tumpukan koran yang baru datang di kios miliknya, di Jalan Hayam Wuruk, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan.
Satu per satu, Kasiadi memilah jenis koran untuk dipajang.
Sesekali ia juga menyapa warga yang biasa melintas di kawasan yang ramai itu.
"Pagi Pak, monggo," kata dia diiringi senyum lembutnya, Jumat (02/05/2025).
Tak jauh dari kios koran, Puriyanti Rahayu (68), istri Kasiadi, juga menata sejumlah peralatan penggorengan dari gerobak.
Baca juga: Telur Gulung Akhirnya Mengantarkan Zainudin Naik Haji
Mulai dari wajan, spatula, tatakan tepung hingga kompor elpiji ukuran 3 kilogram.
Meski tampak sederhana, pasangan suami istri yang ini merasa sangat bahagia karena keduanya tercatat sebagai calon jemaah haji yang berangkat tahun 2025.
Keduanya tergabung di kloter 90 dengan keberangkatan dari Bandara Juanda Surabaya pada 29 Mei 2025 ke Makkah.
"Sedangkan tanggal 28 Mei mendatang ini saya dan istri masuk asrama haji Sukolilo Surabaya," katanya.
Di benaknya, bapak tiga anak ini tidak menyangka akan berkesempatan untuk menunaikan ibadah rukun Islam yang kelima, yakni menunaikan ibadah haji.
Kasiadi mengawali usaha sampingan menjadi loper koran sejak tahun 1980.
Dengan sangat sabar, ia harus menyisihkan uang untuk ditabung.
Sebab, saat itu ia hanya menjadi buruh pabrik.
Baca juga: Jemaah Haji Kloter Pertama Berangkat ke Tanah Suci, Ini Sejumlah Faktanya
Berkat keuletannya, ia mampu mendaftar dan mendapatkan nomor porsi haji pada tahun 2012 lalu bersama istrinya dengan total biaya Rp 50 juta.
"Karena saya yakin dan percaya jika orang sabar dan ulet pasti ada jalan untuk mencapai cita-citanya," ujarnya.
Kios yang berbentuk gerobak berukuran 1x2 meter itu ia ibaratkan seperti kantor.
Karena di situ, ia banyak menghabiskan waktu sehari-harinya.
Puriyanti Rahayu (68), penjual gorengan asal Kota Pasuruan yang berangkat haji bersama suaminya M. Kasiadi yang berprofesi sebagai penjual koran. Sementara itu, sang istri juga sibuk membuat jajan gorengan, mulai dari pisang goreng, ote-ote, tahu goreng hingga tempe goreng bersama keponakannya.
“Hampir tiap hari saya menghabiskan waktu di kios ini. Pagi setelah subuh mulai buka, siang tutup. Sedangkan istri saya berjualan gorengan itu," katanya sambil menunjuk kios istrinya yang bersebelahan.
Ia mengakui, usaha menjual koran tidak seperti era tahun 2000-an.
Jumlah pelanggan yang berlangganan serta peminat koran sangat tinggi.
Bahkan, puncaknya di tahun 2015, ia mampu melayani setiap harinya hingga 400 eksemplar koran.
Namun kini, jumlah tersebut turun drastis dengan hadirnya koran elektronik maupun media sosial.
"Dulu ramai pelanggan, seiring waktu eksistensi koran kian tidak diminati karena sudah beralih ke era digital," katanya.
Baca juga: Rahasia Panjang Umur Marhamah, Jemaah Haji Berusia 104 Tahun Asal Pamekasan
Meski di tengah merosotnya peminat koran, niat bulat untuk berangkat haji pun tetap diperjuangkan.
Mobil yang menjadi salah satu aset sisa usaha menjual koran dan gorengan harus rela dijual untuk melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih).
"Kesempatan haji tidak semua orang bisa. Apalagi saya sudah mendaftar dan menunggu 13 tahun. Ya tidak masalah kalau harus menjual mobil, toh untuk beribadah juga," ujar Puriyanti dengan senyum.
Bagi mereka, perjalanan ibadah haji bukan hanya menjalankan dan menunaikan rukun Islam.
Namun, perjalanan spiritual itu mengajarkan kesungguhan dalam meniti kesabaran dan keikhlasan.
"Kami berdua ingin menikmati dan merasakan betapa indahnya merelakan waktu, tenaga, dan harta untuk menyempurnakan sebagai seorang muslim," katanya.
Kabar berangkatnya pasangan Kasiadi dan Puriyanti, warga Kelurahan Gentong, Kecamatan Gadingrejo ini, banyak mendapatkan respons positif dari warga Kota Pasuruan.
Abdullah Fahmi, salah satu pembimbing sekaligus Ketua KBIHU Assalam, mengatakan, semangat spiritualitas Kasiadi dan istrinya patut dicontoh.
Meski dengan kehidupan yang sederhana, tekad menyempurnakan sebagai seorang muslim untuk ibadah haji sangat ia perjuangkan.
"Haji itu tidak semua orang bisa melaksanakan. Kaya atau punya uang banyak, belum tentu punya kesempatan untuk berangkat. Jadi harus niat dan harus diperjuangkan atau diusahakan dengan sungguh-sungguh, seperti Pak Kasiadi itu luar biasa," katanya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang