Syaiful Gimbal menambahkan, dulunya Mbok Yem hanya mencari tumbuhan jamu di hutan Gunung Lawu untuk dijual sebelum membuka warung.
Awalnya membuka warung adalah ketika ada pendaki yang membutuhkan makanan karena tak membawa bekal.
“Ya, awalnya itu kan ada pendaki yang butuh makanan karena tidak membawa bekal. Kemudian Mbok Yem akhirnya mencoba berjualan dari bekal yang dia bawa untuk mencari jamu,” imbuhnya.
Saelan, salah satu anak Mbok Yem, mengaku untuk memasok bahan makanan seperti beras, minyak goreng, dan sejumlah kebutuhan warung, ia bisa mengantar 3 kali naik turun Gunung Lawu setiap minggu.
"Minimal itu bawa 35 kilogram beban, ya beras, minyak, semua kebutuhan untuk warung. Awalnya itu minimal 3 kali mengirim," ucapnya.
Saelan mengaku butuh waktu 5 hingga 6 jam untuk mengantarkan sembako untuk jualan ibunya.
Di awal jualan, Mbok Yem kondisi jalur pendakian ke Puncak Gunung Lawu tidak semudah saat ini.
"Dulu jalan setapak ya licin kalau hujan. Barang yang dibawa beratnya minimal 35 kilogram sampai 40 kilogram. Kalau tidak hujan ya 5 jam sampai puncak, kalau hujan bisa sampai 6 jam," imbuhnya.
Baca juga: Mbok Yem Sempat Ingin Berhenti Jaga Warung di Gunung Lawu dan Minta Mandi Sebelum Wafat
Di awal tahun 2019, Mbok Yem mengaku mendapat bantuan panel tenaga surya dari pendaki Jakarta untuk penerangan dan membantu pendaki yang membutuhkan cas HP.
Saat itu, pendaki tersebut memberikan panel surya, 3 buah aki untuk menampung listrik, dan 4 buah bola lampu.
"Yang bantu pendaki dari Jakarta membawakan itu listrik matahari sama 3 buah aki dan 4 lampu," cerita Mbok Yem kala itu.
Dengan memiliki panel surya, jika malam hari Mbok Yem tak lagi mengalami kegelapan atau mengandalkan lampu minyak.
Mbok Yem juga memahami kebutuhan para pendaki untuk mengecas HP yang mereka bawa.
"Boleh cas HP tapi saya batasi sampai jam 4 sore, kalau siang mau bisa ngisi akinya, kalau malam untuk penerangan kita sendiri," ucap Mbok Yem.
Mbok Yem mengaku mengutip biaya cas Rp 5.000 setiap HP untuk biaya perawatan peralatan panel surya miliknya.
"Yo tak tarik limangewu sak HP (Ditarik Rp 5.000 per HP). Lha kok enak betul kalau tidak ditarik. Ngunu kuwi yo enek sing ora mbayar (Meski begitu masih ada yang tidak bayar)," katanya sambil tertawa.
Meski sulit membawa bahan makanan untuk jualan di warungnya, Mbok Yem tidak mematok harga mahal untuk menu nasi pecel andalannya.
Satu porsi nasi pecel dia jual Rp 13.000, sementara nasi soto atau rawon dijual dengan harga Rp 15.000.
Untuk minuman seperti kopi, teh, dan minuman lainnya, rata-rata dijual dengan harga Rp 5.000.