Pada tanggal 31 Juli 2024, kuasa hukum warga Dusun Tapakerbau telah bersurat ke Ombudsman RI perwakilan Jawa Timur.
Dalam surat itu, warga meminta Ombudsman RI mengoreksi ulang penerbitan SHM di atas pesisir dan laut seluas 20 hektar yang hingga kini terus menjadi sumber konflik.
Di surat yang sama, warga melalui kuasa hukumnya, Marlaf Sucipto, juga meminta agar Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur turun langsung meninjau area pesisir dan laut yang telah ber-SHM.
"Kami juga meminta Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur untuk mengurai detail, landasan hukum yang digunakan oleh BPN Sumenep dalam menerbitkan SHM-SHM tersebut yang telah dinyatakan sesuai dengan hukum yang berlaku," ujar Marlaf.
Hanya saja, surat yang dilayangkan itu tidak membuahkan hasil. Sebab melalui surat balasan pada tanggal 2 Oktober 2024, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur menyatakan, pada penerbitan SHM di atas pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau tidak ditemukan malaadministrasi.
Alasannya, puluhan SHM itu diterbitkan berdasarkan Permohonan Hak dan Program Land Management and Policy Development Program (LMPDP) sebelum berlakunya Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Sumenep Nomor 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumenep Tahun 2013-2033.
"Semoga Ombudsman RI memiliki political will untuk menyelesaikan polemik SHM ini. Polda Jatim sudah bergerak. Bagi kami ini harapan yang baik," ujar Marlaf.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang