Tujuannya meminta Ombudsman RI untuk membuka kembali laporan warga terkait polemik penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau yang hingga kini tidak kunjung menemui titik terang.
Sesuai ketentuan Pasal 7 huruf b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008, warga yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi (Gema Aksi) meminta Ombudsman RI untuk menerbitkan atau mengeluarkan rekomendasi.
Di antaranya menyatakan, terbitnya SHM-SHM di atas pesisir dan pantai di Kampung Tapakerbau telah terjadi malaadministrasi.
Selain itu, warga juga meminta Ombudsman RI untuk merekomendasikan agar Kepolisian menindaklanjuti laporan mereka dalam dugaan tindak pidana perusakan kawasan lindung.
"Dan menindak tegas pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab sesuai hukum yang berlaku," kata Marlaf Sucipto, kuasa hukum warga Dusun Tapakerbau dalam rilis tertulisnya, Sabtu (15/3/2025).
Marlaf menambahkan, melalui surat ini, warga juga meminta Ombudsman merekomendasikan Kementerian ATR/BPN RI untuk mencabut SHM-SHM di atas pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau.
"Karena sampai saat ini belum ada langkah konkret dari Kementerian ATR/BPN RI," tambah dia.
Di samping itu, mengacu pada ketentuan Pasal 8 UU Nomor 37 Tahun 2008, warga memohon kepada Ombudsman RI untuk mengumumkan kepada publik hal-hal yang telah dimohonkan oleh mereka.
Sebab, pesisir dan pantai adalah ruang publik dan menjadi hak publik.
Pada tanggal 17 Februari 2025 lalu, penyidik dari Polda Jatim telah memeriksa sejumlah pihak terkait polemik penerbitan SHM di atas pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau itu.
Para pihak yang dimintai keterangan di antaranya Muhab, Kepala Desa (Kades) aktif Desa Gersik Putih yang juga pemilik SHM seluas 2 hektar di atas pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau.
Juga diperiksa Mina, Kades Gersik Putih periode sebelumnya. Mina diperiksa bersama suaminya, Zaini.
Pemeriksaan mereka dilakukan di Mapolda Jatim pada tanggal 18 Februari 2025. Selain itu, penyidik Polda Jatim juga memeriksa pejabat di lingkungan BPN Sumenep.
Rangkaian pemeriksaan itu dilakukan atas dugaan adanya pelanggaran hukum dalam penerbitan SHM di atas pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau pada tahun 2009 silam.
Pada tanggal 31 Juli 2024, kuasa hukum warga Dusun Tapakerbau telah bersurat ke Ombudsman RI perwakilan Jawa Timur.
Dalam surat itu, warga meminta Ombudsman RI mengoreksi ulang penerbitan SHM di atas pesisir dan laut seluas 20 hektar yang hingga kini terus menjadi sumber konflik.
Di surat yang sama, warga melalui kuasa hukumnya, Marlaf Sucipto, juga meminta agar Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur turun langsung meninjau area pesisir dan laut yang telah ber-SHM.
"Kami juga meminta Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur untuk mengurai detail, landasan hukum yang digunakan oleh BPN Sumenep dalam menerbitkan SHM-SHM tersebut yang telah dinyatakan sesuai dengan hukum yang berlaku," ujar Marlaf.
Hanya saja, surat yang dilayangkan itu tidak membuahkan hasil. Sebab melalui surat balasan pada tanggal 2 Oktober 2024, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur menyatakan, pada penerbitan SHM di atas pesisir dan laut di Dusun Tapakerbau tidak ditemukan malaadministrasi.
Alasannya, puluhan SHM itu diterbitkan berdasarkan Permohonan Hak dan Program Land Management and Policy Development Program (LMPDP) sebelum berlakunya Peraturan Daerah (PERDA) Kabupaten Sumenep Nomor 12 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Sumenep Tahun 2013-2033.
"Semoga Ombudsman RI memiliki political will untuk menyelesaikan polemik SHM ini. Polda Jatim sudah bergerak. Bagi kami ini harapan yang baik," ujar Marlaf.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/03/15/144302878/polemik-shm-di-laut-tak-kunjung-usai-warga-sumenep-kembali-surati-ombudsman