TRENGGALEK, KOMPAS.com - Sosok Bupati Trenggalek terpilih, Mochamad Nur Arifin menyimpan banyak kisah menarik dalam perjalanan hidupnya, sebelum akhirnya menjadi kepala daerah.
Dari pengalaman perjuangan bangkit dari keterbatasan ekonomi keluarga hingga mengembangkan bisnis produksi peralatan dapur sudah dijalaninya.
Dalam berbagai kesempatan, Nur Arifin tidak segan menceritakan semua pengalaman hidupnya, sebelum terjun ke dunia politik.
Ia menyampaikan, semua perjalanan hidupnya didapat dari motivasi dan kegigihan orangtuanya.
Dia mengaku, dalam kondisi apa pun, orangtuanya tetap berusaha memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya.
Baca juga: Profil Bupati Sumbawa Terpilih Syarafuddin Jarot, dari Pengusaha ke Pentas Politik
Nur Arifin, sebagai anak pertama, juga tampak sangat paham dan terbuka dengan kondisi ekonomi keluarganya ketika masih di bawah.
Kata dia, dulu almarhum Mugianto -ayah kandung Nur Arifin, berprofesi sebagai pengayuh becak di wilayah Wonokromo, Surabaya.
Pada saat itu, situasi ekonomi keluarga Nur Arifin serba susah. Bahkan, untuk membantu perekonomian keluarga, ia pernah jualan kacang bungkus.
Tidak menyerah dalam keadaan tersebut, ketika Nur Arifin duduk di bangku SD, ayahnya mengembangkan usaha menjadi sales alat dapur, yakni panci.
Pada saat itu, ibu kandung Nur Arifin, Sringatin, turut membantu memasarkan produk panci ke para tetangga di Surabaya.
Berkat kegigihan usaha kedua orangtuanya itu, perekonomian keluarga mulai membaik dengan membuka toko pertamanya di wilayah Krian, Sidoarjo.
Baca juga: Profil Indah Amperawati, Bupati Perempuan Pertama di Lumajang
Ketika mulai merangkak menuju kesuksesan, keluarga Nur Arifin mengalami cobaan. Musibah kebakaran mengakibatkan kerugian bagi keluarga ini.
Meski demikian, keluarga Nur Arifin tetap berjuang untuk bangkit membangun kembali usahanya.
Atas kegigihan orangtuanya dalam menjalankan bisnis tersebut, Nur Arifin bisa menempuh jenjang pendidikan lebih tinggi, sembari menjalankan bisnis keluarga tersebut.
Yang paling diingat oleh Nur Arifin ketika menginjak dewasa, yakni di usia 16-17 tahun, ayahnya menceritakan bahwa mencari pekerjaan di Kabupaten Trenggalek itu susah.