SURABAYA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur (Jatim) menegaskan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektar di perairan Sidoarjo tidak pernah berstatus sebagai daratan.
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid, yang menyebutkan bahwa HGB di laut Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, mengalami abrasi.
“Bahkan sejak tahun 2002, kawasan (HGB di laut Sidoarjo) tersebut tidak pernah berupa daratan," kata Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka Setyawan, saat dikonfirmasi pada Jumat (24/1/2025).
Wahyu juga menilai dasar hukum untuk HGB di laut Sidoarjo tidak relevan.
Baca juga: Pemilik HGB 656 Hektar di Laut Sidoarjo Sempat Minta Rekomendasi Perpanjangan
Menurutnya, Perda No 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jatim 2023 tidak mencantumkan daerah Sedati sebagai zona reklamasi.
“Wilayah (laut Sedati) tersebut ditetapkan sebagai kawasan tangkapan ikan, zona pertahanan dan keamanan, serta termasuk dalam pengembangan Bandara Juanda,” ujarnya.
Lebih lanjut, dalam Perda No 4 Tahun 2019 tentang RTRW Sidoarjo, wilayah pesisir dan laut Sedati telah ditetapkan sebagai kawasan perlindungan mangrove dan perikanan.
Wahyu mengingatkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) No 18 Tahun 2021 dan Permen ATR No 18 Tahun 2021 menyatakan bahwa HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah darat, bukan di laut.
"Hal tersebut menjadi bukti nyata betapa buruknya pengelolaan tata ruang di Jatim. Karena itu, kami mendesak Kementerian ATR/BPN segera mencabut izin HGB di laut Sidoarjo," ujarnya.
Baca juga: Polda Jatim Panggil 2 Perusahaan Pemilik HGB 656 Hektar di Perairan Sidoarjo
Wahyu mengungkapkan kekhawatirannya bahwa keberadaan HGB di laut dapat merusak kondisi lingkungan di pesisir Sidoarjo dan Surabaya, serta mengancam keberlangsungan mangrove dan ekosistem yang ada.
Sebelumnya, akun X @thanthowy mengungkapkan adanya HGB seluas 656 hektar di timur Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya, dengan koordinat tertentu.
Pemilik akun tersebut, Thanthowy Syamsuddin, yang juga merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, membenarkan bahwa informasi tersebut berasal dari penelusurannya.
"Awalnya ramai pagar laut Tanggerang, aplikasi Bhumi ATR/BPN (Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional) saya cek," kata Thanthowy saat dikonfirmasi pada Selasa (21/1/2025).
Dia menemukan tiga petak HGB dengan luas kurang lebih 656 hektar di wilayah Eco Wisata Mangrove Gunung Anyar, Surabaya, dan membagikannya melalui akun X.
Baca juga: Walhi Jatim Khawatir HGB 656 Hektar di Sidoarjo untuk Reklamasi Baru
"Di Google Earth itu sebenarnya ya (wilayah) laut, sama daerah perikanan tambak dan mangrove. Jadi enggak ada tanah di sana, perairan itu, sama kayak Tanggerang," ujarnya.
Thanthowy menegaskan bahwa HGB di atas laut tersebut melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 terkait pelarangan pemanfaatan ruang di wilayah perairan.
"Saya cek di Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), inkonsisten semua. Pemetaan daerah situ khusus perikanan, intinya gak ada untuk komersial," ucapnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang