SURABAYA, KOMPAS.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur mendesak Badan Pertanahan Nasional untuk mencabut Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektar di perairan Kecamatan Sedati, Sidoarjo.
"Kami minta BPN mencabut HGB di perairan Sedati, Sidoarjo. HGB di tengah laut jelas mengancam ekosistem dan keberlanjutan lingkungan."
Demikian kata Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka Styawan, dalam keterangan resminya, di Surabaya, Rabu (22/1/2025).
Menurut dia, kehadiran HGB di wilayah perairan tersebut semakin memperburuk kondisi kawasan pesisir dan laut di Sidoarjo dan Surabaya.
Baca juga: Nelayan Sebut HGB Wilayah Laut di Sidoarjo Sempat Dikelola Warga
Penemuan HGB di wilayah laut Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo, yang berbatasan langsung dengan Wonorejo, Rungkut, Surabaya, menjadi bukti nyata betapa buruknya pengelolaan tata ruang di Jawa Timur.
"Munculnya HGB ini juga menimbulkan kejanggalan, sebab sesuai aturan, HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah daratan dengan peruntukan yang jelas," ucap dia.
Hal itu, menurut dia, sesuai dengan PP Nomor 18 Tahun 2021 dan Permen ATR Nomor 18 Tahun 2021 yang menyatakan, HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah darat, bukan di atas laut.
Namun, citra satelit menunjukkan, wilayah yang menjadi lokasi HGB tersebut berada di kawasan laut, bahkan sejak tahun 2002 kawasan tersebut tidak pernah berupa daratan.
Baca juga: Menelusuri Lokasi yang Diduga HGB 656 Hektar di Laut Sidoarjo
"Sehingga jika ada klaim bahwa sebelumnya wilayah tersebut merupakan daratan, harus dibuktikan secara transparan oleh BPN kepada publik," tegas dia.
Pemilik HGB seluas 656 hektar di wilayah perairan Sidoarjo akhirnya terungkap. Pemiliknya adalah PT SP dan PT SC.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur (Kakanwil BPN Jatim) Lampri menyebut HGB tersebut berlaku selama 30 tahun.
"HGB dikeluarkan pada 1996 dan masa berlakunya berakhir pada 2026 tahun depan," kata dia kepada wartawan, Senin (21/1/2025) lalu.
HGB tersebut dipecah menjadi tiga bidang. Rincian tiga bidang HGB itu, dua bidang di antaranya dimiliki oleh PT SP seluas 285 hektar dan 192 hektar. Satu bidang lagi dimiliki PT SC dengan luas 152,36 hektar.
Dia juga menyebut tidak ada pagar laut di lokasi HGB seluas 656 hektar di wilayah perairan Sidoarjo tersebut.
Keberadaan HGB tersebut sebelumnya diungkap akademisi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya melalui akun X.
Baca juga: Skandal Sertifikat HGB Wilayah Pagar Laut, Pejabat BPN Tangerang Diperiksa
Pemilik akun @thanthowy itu mengunggah keberadaan tiga bidang itu melalui aplikasi Bhumi.
HGB yang terletak di sisi timur Eco Wisata Mangrove Surabaya ini terdiri dari tiga titik koordinat.
Titik pertama berada pada 7.342163°S, 112.844088°E dengan luas ±2.193.178 m² (±219,32 hektar).
Titik kedua terletak pada 7.355131°S, 112.840010°E seluas ±2.851.652 m² (±285,17 hektar), dan titik ketiga di 7.354179°S, 112.841929°E dengan luas ±1.523.655 m² (±152,37 hektar).
Setelah melakukan pengecekan melalui Google Earth, Thanthowy memastikan bahwa HGB seluas 656 hektar tersebut berada di wilayah laut.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Perda Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2023, area tersebut termasuk dalam zonasi perikanan.
Baca juga: Kanwil BPN Jatim: Tak Ada Pagar Laut di HGB 656 Hektare Perairan Sidoarjo
Menurut dia, perizinan HGB di atas perairan laut bertentangan dengan Putusan MK 85/PUU-XI/2013 dan UUD 1945.
“Itu area pesisir yang memang didedikasikan untuk konservasi mangrove, perikanan, dan ekonomi maritim."
"Jika sampai direklamasi, dampak lingkungan dan sosialnya akan lebih besar,” kata dia kepada Kompas.com.
Thanthowy juga mengingatkan, proyek reklamasi di wilayah perairan akan lebih menguntungkan pihak pengembang, sementara masyarakat dan ekosistem alam akan dirugikan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang