"Wayang potehi adalah cara leluhur kita menyampaikan kebijaksanaan hidup," tambahnya.
Melalui wayang potehi, jemaat bahkan warga yang antusias menyaksikan mendapatkan banyak pelajaran dan berkah. Terutama, jika wayang potehi ini juga menekankan soal pengorbanan dan rasa adil.
Tentunya nilai-nilai yang bersambung dalam benak hati siapa pun yang menyaksikannya.
Dan, puncak dari kekhusukkan, kesinambungan antara hati dan kisah, tertuju pada satu persiapan, imlek.
Baca juga: Dosen UI: Wayang Potehi Telah Jadi Bagian Keragaman Indonesia
Buktinya, menjelang Imlek, pertunjukan di Hong Tiek Hian justru menjadi lebih istimewa.
Sebab, sang dalang akan membawakan kisah khusus tentang perjalanan spiritual, yang dipadukan dengan ritual tradisional.
Para jemaat dan audiens merasakan betul bagaimana atmosfer spiritual berbicara di dalam hati mereka.
"Ini momen di mana seni, budaya, dan spiritualitas menyatu," kata Hendra.
Sementara pertunjukan berlangsung, aroma dupa dan lilin merah besar menciptakan suasana meditatif.
Pertunjukan semakin khidmat, dan menciptakan ruang instrospeksi dari masing-masing jemaat.
Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa jemaat senior tampak mengangguk-angguk mengenali adegan favoritnya.
Sementara anak-anak muda mencatat di ponsel mereka, mendokumentasikan kebijaksanaan yang terkandung dalam setiap dialog.
"Yang membuat wayang potehi di kelenteng istimewa adalah nuansa spiritualnya. Pasalnya, setiap gerakan, setiap kata, adalah doa. Boneka-boneka ini menjadi perantara antara manusia dan yang Maha Kuasa," kata Hendra.
Kisah yang sarat akan nilai-nilai luhur telah perlahan-lahan tercurahkan. Saat pertunjukan mencapai klimaks, suasana kelenteng semakin bertambah khusyuk. Lakon yang dimainkan mengajarkan kemurahan hati seolah menyatu dengan doa-doa yang dipanjatkan jemaat.
"Di sinilah keajaiban terjadi," ujar jemaat lain.
"Ketika seni pertunjukan mampu menggerakkan hati untuk berbuat kebajikan."
Pertunjukan ditutup dengan ritual sederhana. Dengan kertas doa, dan jemaat menundukkan kepala dengan khidmat.
"Setiap pertunjukan adalah pengingat," kata jemaat paruh baya di samping.
Di luar, Surabaya semakin larut. Tapi di dalam Kelenteng Hong Tiek Hian, kisah-kisah kebajikan terus hidup.
Dirajut dalam setiap gerakan wayang potehi, dalam setiap kepulan dupa, dan dalam hati setiap jemaat yang datang untuk menemukan makna.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang