BANYUWANGI, KOMPAS.com - Hujan rintik-rintik yang mengguyur kota Banyuwangi, Jawa Timur, tak membuat Mahki, seorang lansia berusia 78 tahun beranjak dari kursi jongkoknya.
Di bawah pohon di tepi Jalan Jendral Ahmad Yani Banyuwangi, bapak dua anak itu menghadap karung yang digunakan sebagai alas untuk menggelar dagangan buah pisangnya.
Di tengah suasana yang mendung, warna kuning cerah dari pisang jenis barlin yang dijual Mahki sedikit banyak menarik pandangan orang yang lalu lalang.
“Satu sisirnya Rp 7.500,” kata Mahki, Minggu (19/1/2025).
Baca juga: Cerita Mantan Pekerja Migran asal Banyuwangi Pemilik Didus Homestay
Mahki menceritakan, setiap harinya dia berdagang dari tempat tinggalnya di Desa Kelir, Kecamatan Kalipuro, dengan membawa 3 tandan pisang yang jika dihitung beratnya bisa mencapai 15 atau 20 kilogram.
“Saya berjualan pisang mulai usia 17 tahun sampai sekarang 78 tahun,” ujar Mahki.
Baca juga: Lansia Pengendara Motor Tertabrak Kereta di Pelintasan Tanpa Palang di Banyuwangi
Bapak dua anak itu lantas menceritakan perjuangannya sehari-hari, yaitu berangkat dari desanya menggunakan ojek sekitar jam 7 pagi dan akan berjualan berpindah-pindah tempat di sekitaran kota Banyuwangi.
“Kadang di sini (Jalan Ahmad Yani), kadang juga di (depan kantor) kejaksaan,” tuturnya.
Namun, sebelum berangkat berdagang, dia terlebih dulu membeli buah-buah itu langsung ke petani di Desa Telemung dengan berjalan kaki, dan jika bawaannya terlalu berat baginya, Mahki akan menggunakan ojek.
“Jaraknya jauh bisa 6 kilometer saya jalan kaki,” ungkapnya.
Setiap hari, dia akan berdagang hingga buah-buah yang dibawanya habis sebelum memutuskan untuk pulang yang tak jarang dia berjualan hingga pukul 9 malam.
“Tidak mesti. Sehari-harinya dapatnya di bawah Rp 100.000 masih dipotong ojek,” urai Mahki singkat.
Namun demikian, Mahki tak setiap hari berdagang, dalam seminggu dia hanya berjualan 3 hingga 4 kali karena keterbatasan stok dan kondisi tubuh.
“Kadang agak susah. Kadang juga kaki-kaki saya sakit, linu,” tuturnya.
Bukan berarti berpangku tangan, jika tak berdagang ke kota, Mahki akan melakukan aktivitasnya sebagai petani untuk bekerja di ladang.
“Selama bisa, apa saja dikerjakan, kalau hanya diam saja malah makin linu,” kelakarnya.
Tak banyak harapan yang dia sampaikan. Selagi masih kuat, ia akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika diberi rezeki berlebih, makan akan digunakan untuk membahagiakan orang-orang tercintanya.
“Buat sehari-hari, buat bahagiakan cucu juga. Cucu saya tiga,” ungkapnya sembari tersenyum.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang