Sementara itu, Shinta Nabila, salah satu staf Batik Mojo mengatakan, dalam sehari, pihaknya mampu memproduksi batik sebanyak enam hingga tujuh lembar kain batik.
"Dalam sehari bisa memproduksi enam sampai tujuh batik tergantung cuaca, karena proses pembuatannya juga bergantung pada cuaca panas untuk pengeringan," terangnya.
Memang, setelah mencanting, para pembatik menjemur kain batik itu dengan cara diikat ke dalam rangkaian besi berbentuk persegi panjang.
Baca juga: Perjalanan Kasus Mary Jane, Masuk Indonesia dengan Narkoba, Pulang ke Filipina Bawa Batik
Setelah proses pengeringan dirasa cukup, mereka mulai melanjutkan proses pewarnaan.
Shinta mengatakan, batik Garudeya hasil produksinya itu dibandrol mulai Rp 75.000 hingga Rp 1 juta per lembar, tergantung motifnya.
"Harga Rp 75.000 itu udeng dan syal. Kalau batik mulai Rp 175.000 sampai Rp 1 juta, tergantung motifnya," tuturnya.
Sementara untuk pemasarannya, Batik Mojo mengandalkan pemasaran online dan offline.
“Offline kita aktif ikut pameran, untuk memperkenalkan ke khalayak luas. Kalau promosi online kita memasarkan menggunakan saluran media sosial,” jelasnya.
"Gayung bersambut, batik kita saat ini sudah mulai banyak dikenal. Pembeli kita juga berasal dari luar kota seperti Nganjuk dan Mojokerto," tambahnya.
Tampak, di tengah memproduksi batik, perangkat Desa Banjarejo, Kecamatan Donomulyo, datang ke rumah produksi Batik Mojo untuk membeli Batik Garudeya.
Mereka berencana akan membuat seragam desanya dari kain batik itu.
Salah satu perangkat Desa Banjarejo, Adelia mengatakan memilih Batik Garudeya hasil produksi Batik Mojo bagus dan rapi.
Dalam kesempatan itu, ia membeli 13 item, terdiri dari udeng batik, syal dan kain.
"Sebelumnya kita sudah memesan, sekarang sudah selesai kita ambil," jelasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang