MALANG, KOMPAS.com - Jemari tangan Shinta Nabila menari-nari di atas lembaran kain di salah satu rumah produksi Batik Mojo, Desa Mojosari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (14/1/2024) siang.
Dengan telaten, ia mencanting motif batik, mengikuti pola sketsa pensil bergambar Garudeya yang sudah ditorehkan di atas lembaran kain berukuran sekitar 2 x 1 meter itu.
Garudeya adalah karakter burung garuda yang ada di relief candi Kidal, salah satu candi warisan kerajaan Singosari yang berlokasi di Desa Kidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.
Konon, relief Garudeya menggambarkan cerita legenda perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya dari perbudakan dengan penebusan air suci amerta.
Pelaku industri batik di Kabupaten Malang mayoritas menggarap batik bermotif Garudeya tersebut, berdasarkan inspirasi dari relief Garudeya di Candi Kidal.
Ikon Kabupaten Malang
Saat ini, batik motif Garudeya itu menjadi ikon unggulan Kabupaten Malang. Setiap aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Malang dianjurkan memakai batik tersebut.
Pemerintah Kabupaten Malang saat ini tengah mendaftarkan sertifikat Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) Batik Garudeya.
Industri batik rumahan Batik Mojo milik Elok Evi Nurul Aini itu juga kerap menerima pesanan dari ASN di Kabupaten Malang.
Evi mengucapkan terimakasih atas peran Pemerintah Kabupaten Malang untuk kemajuan usaha batiknya, melalui anjuran penggunaan batik Garudeya kepada para ASN.
"Dengan instruksi Bupati Malang, banyak ASN membeli batik Garudeya garapan kami,” ungkapnya saat ditemui, Selasa.
Evi menceritakan, dirinya mulai bergelut dalam produksi batik saat ikut berbagai pelatihan batik pada tahun 2019. Beberapa waktu kemudian ia terinspirasi membuat batik sendiri.
"Awalnya ikut pelatihan-pelatihan tahun 2019-an. Kemudian saya mencoba memproduksi sendiri. Alhamdulillah sampai sekarang pesanan terus ada," terangnya.
"Dalam sehari bisa memproduksi enam sampai tujuh batik tergantung cuaca, karena proses pembuatannya juga bergantung pada cuaca panas untuk pengeringan," terangnya.
Memang, setelah mencanting, para pembatik menjemur kain batik itu dengan cara diikat ke dalam rangkaian besi berbentuk persegi panjang.
Setelah proses pengeringan dirasa cukup, mereka mulai melanjutkan proses pewarnaan.
Shinta mengatakan, batik Garudeya hasil produksinya itu dibandrol mulai Rp 75.000 hingga Rp 1 juta per lembar, tergantung motifnya.
"Harga Rp 75.000 itu udeng dan syal. Kalau batik mulai Rp 175.000 sampai Rp 1 juta, tergantung motifnya," tuturnya.
Sementara untuk pemasarannya, Batik Mojo mengandalkan pemasaran online dan offline.
“Offline kita aktif ikut pameran, untuk memperkenalkan ke khalayak luas. Kalau promosi online kita memasarkan menggunakan saluran media sosial,” jelasnya.
"Gayung bersambut, batik kita saat ini sudah mulai banyak dikenal. Pembeli kita juga berasal dari luar kota seperti Nganjuk dan Mojokerto," tambahnya.
Tampak, di tengah memproduksi batik, perangkat Desa Banjarejo, Kecamatan Donomulyo, datang ke rumah produksi Batik Mojo untuk membeli Batik Garudeya.
Mereka berencana akan membuat seragam desanya dari kain batik itu.
Salah satu perangkat Desa Banjarejo, Adelia mengatakan memilih Batik Garudeya hasil produksi Batik Mojo bagus dan rapi.
Dalam kesempatan itu, ia membeli 13 item, terdiri dari udeng batik, syal dan kain.
"Sebelumnya kita sudah memesan, sekarang sudah selesai kita ambil," jelasnya.
https://surabaya.kompas.com/read/2025/01/14/164155778/melihat-produksi-batik-garudeya-ikon-batik-unggulan-kabupaten-malang