Setelah 13 hari, ia dipulangkan ke Indonesia oleh majikannya, namun tidak ke Jember, melainkan ke rumah sakit di Batam menggunakan kapal ferry.
Di Batam, ia dirawat selama seminggu dengan biaya ditanggung sang majikan.
Ironisnya, majikannya sempat meminta uang kepada keluarga Septia untuk menutupi biaya perawatan di Singapura, tetapi Septia menolak.
"Saya merasa seharusnya majikan bertanggung jawab dengan kondisi saya," cetus dia.
Harapan di tengah kesakitan
Akhirnya, pada bulan Oktober 2024, Septia dijemput keluarganya dan kembali ke Jember. Meski sudah di rumah, kondisi kesehatan Septia tak kunjung membaik.
Ia menggambarkan kakinya yang terasa keras seperti kayu yang terbakar, kaku, dan tak bisa digerakkan.
Septia yang kini masih berjuang melawan rasa nyeri berharap mendapatkan perhatian dari Pemerintah.
Ia menyampaikan kisahnya kepada Abdul Kadir Karding dan berharap ada solusi untuk mengurangi beban hidupnya.
Kisah Septia adalah salah satu dari banyak cerita pahit yang dialami oleh PMI ilegal di luar negeri.
Mendengar cerita ini, Abdul Kadir Karding menjanjikan akan memberikan dukungan lewat kerja sama dengan Pemerintah Daerah. Namun dia tak merinci dukungan seperti apa yang akan diberikan nantinya.
Disclaimer: artikel ini telah mengalami revisi pada Minggu (22/12/2024) pukul 19.28 WIB. Kalimat yang menyebut adanya malpraktik dihapus karena dugaan malpraktik belum memiliki dasar yang kuat
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang