SURABAYA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto meminta masyarakat lebih berani untuk mengawasi para aparatur negara yang tidak netral dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan bernomor 136/PUU-XXII/2024 terkait sanksi pidana bagi pejabat daerah, anggota TNI dan Polri yang melanggar netralitas pilkada.
"MK merespons harapan dari masyarakat Indonesia. Saat ini, TNI, Polri dan aparatur negara lain yang tidak netral itu bisa dikenakan pidana," kata Hasto di Ex Taman Remaja Surabaya, Selasa (19/11/2024) malam.
Baca juga: Respons Survei Litbang Kompas, Hasto Sebut Tren Pemilih Risma Positif
Oleh karena itu, Hasto meminta kepada masyarakat yang melihat pelanggaran netralitas aparatur negara untuk lebih berani melapor. Terutama, pihak yang kerap mendapatkan intimidasi.
"Jangan khawatir, kepala desa, camat yang selama ini mendapatkan intimidasi dari aparatur negara untuk mendukung calon tertentu. Saat ini kita harus menunjukkan keberanian untuk bergerak," ucapnya.
Baca juga: Hasto Sebut Ada Arus Balik Dukungan Masyarakat pada Risma-Gus Hans
Hasto mengungkapkan, pihak beberapa kali menemukan adanya kejadian penting menjelang pemilihan umum (Pemilu). Menurutnya, hal itu luput dari aparat karena terlibat berpolitik.
"Kita melihat bahwa sebelum Pemilu Presiden, itu aparat penegak hukum yang seharusnya itu berjuang bagi keadilan, itu kan kemudian banyak terkena persoalan-persoalan," jelasnya.
"Ada kasus (Ferdy) Sambo, perlindungan judi online, ada tambang ilegal. Sehingga ketentraman masyarakat ini sering dilupakan karena aparat ikut-ikut berpolitik," tambahnya.
Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan permohonan nomor 136/PUU-XXII/2024 yang meminta penambahan frasa "TNI/Polri" dan "pejabat daerah" dalam Pasal 188 UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015.
Dengan adanya putusan ini, anggota TNI dan Polri yang terlibat dalam praktik politik yang menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dapat dikenakan sanksi pidana.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, dalam persidangan pada Kamis (14/11/2024).
Pasal 188 UU 1/2015 itu mengatur sanksi untuk pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa, atau sebutan lain atau lurah yang sengaja melanggar ketentuan Pasal 71 bisa dikenakan pidana penjara dan denda.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang