KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Malang menggelar sidang tuntutan terhadap pelaku kasus pembunuhan dan mutilasi di Sawojajar, Kota Malang yakni Abdul Rahman pada Senin (26/8/2024).
Sidang yang berlangsung di Ruang Cakra dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap terdakwa berusia 44 tahun itu mulai pukul 13.30 WIB.
Abdul Rahman memasuki ruang sidang mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye dan berpeci hitam.
Selama persidangan, ekspresi wajahnya terpantau datar, tidak menunjukkan adanya penyesalan atas perbuatan keji yang telah dilakukannya.
Baca juga: Vonis Mati Suami Mutilasi Istri di Malang, Pernah Tunjukkan Potongan Tubuh ke Warga
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Kota Malang membacakan tuntutannya di hadapan majelis hakim dan pengunjung sidang.
JPU dari Kejari Kota Malang, Muhammad Fahmi Abdillah, memberikan penjelasan rinci mengenai proses persidangan tersebut.
"Menurut kami, tindakan terdakwa melanggar ketentuan dalam Pasal 340 KUHP dan Pasal 181 KUHP. Oleh karena itu, kami menuntut hukuman mati bagi terdakwa," katanya pada Senin (26/8/2024).
Pasal yang dijatuhkan kepada terdakwa berdasarkan sejumlah pertimbangan.
Selain pernah menjalani hukuman atas kasus pencurian dengan pemberatan, perbuatan terdakwa dalam kasus ini juga memenuhi unsur-unsur pidana yang lebih berat.
Baca juga: Pelaku Mutilasi di Garut Dipastikan ODGJ, Kasusnya Tetap Diproses Hukum
Tindakan terdakwa dianggap keji karena menghilangkan nyawa korban dengan cara dimutilasi dan menimbulkan luka mendalam bagi keluarga korban.
Selain itu, adanya upaya untuk menghilangkan jejak kejahatannya, menjadi dasar kuat untuk menjatuhkan hukuman yang maksimal. Terlebih lagi, terdakwa dinilai berani berbohong di hadapan persidangan.
"Jadi, terdakwa Abdul ini pernah dihukum sebelumnya yaitu terjerat kasus pencurian dan pemberatan di PN Kepanjen tahun 2015. Sehingga, sudah layak mendapat hukuman yang lebih berat daripada sebelumnya," jelasnya.
Dalam persidangan, terdakwa memberikan keterangan palsu dengan menyatakan hanya membacok leher korban sebanyak dua kali.
"Hasil visum menunjukkan adanya 17 patahan tulang, baik yang sempurna maupun tidak, terutama pada bagian rahang dan leher korban."
"Hal ini bertentangan dengan pengakuan terdakwa yang hanya menyebutkan dua kali membacok menggunakan senjata tajam," katanya.
Baca juga: James, Suami yang Mutilasi Istri di Kota Malang, Divonis Hukuman Mati
Di sisi lain, kuasa hukum terdakwa, Guntur Putra Abdi Wijaya mengatakan ketidaksetujuannya terhadap pasal yang dituntut JPU.
"Kami akan terus berupaya melalui jalur hukum agar klien kami tidak dihukum mati atau setidaknya dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan," jelas Guntur.
Lebih lanjut, Guntur menyampaikan bahwa upaya hukum ini akan dituangkan dalam nota pembelaan yang akan disampaikan dalam persidangan pekan depan, Senin (2/9/2024).
"Tentunya, kami ajukan upaya pembelaan atau pledoi dan kami akan segera menyusunnya," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang