Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Agraria Warisan Orde Baru di Balik Penangkapan Petani Desa Pakel di Banyuwangi

Kompas.com, 14 Juni 2024, 11:44 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Seorang petani di Desa Pakel, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, bernama Muhriyono ditangkap polisi pada Minggu (09/06) di tengah konflik agraria antara warga dengan perusahaan perkebunan, PT Bumisari Maju Sukses.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan kasus Muhriyono menambah daftar panjang "kriminalisasi" terhadap warga yang mempertahankan hak atas tanah mereka setelah puluhan tahun berkonflik.

Polresta Banyuwangi membantah tudingan itu dan mengeklaim bahwa kasus Muhriyono —yang diduga mengeroyok petugas keamanan PT Bumisari— adalah "kasus pidana umum, bukan kasus tanah, bukan masalah perjuangan hidup".

Baca juga: Massa Geruduk Mapolresta Banyuwangi Pertanyakan soal Penjemputan Paksa Warga Pakel

Akan tetapi, menurut Walhi, apa yang terjadi pada Muhriyono lagi-lagi menggambarkan pola berulang dalam konflik agraria lainnya di Indonesia.

Sebanyak 2.442 orang telah dikriminalisasi sepanjang dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, berdasarkan catatan Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA).

Di Desa Pakel saja, setidaknya puluhan warga pernah berurusan dengan polisi sebagai tersangka maupun saksi sejak 2018, ketika eskalasi konflik antara warga dan perusahaan meningkat.

Ketua Rukun Tani Pakel, Harun, mengatakan bahwa kasus-kasus yang menjerat warga itu berakar pada konflik lahan berkepanjangan yang tak kunjung selesai.

Baru pada pertengahan Mei 2024, tiga warga Desa Pakel yang sempat divonis 5,5 tahun penjara dalam kasus penyebaran berita hoaks dibebaskan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui kasasi.

Baca juga: Wadireskrimum Polda Jatim dkk Diadukan ke Propam Polri Buntut Penetapan Tersangka 3 Petani Pakel

Warga, yang mayoritas adalah petani gurem, juga sudah berulang kali menggelar aksi dan beraudiensi dengan pemerintah perihal konflik ini. Namun belum ada hasilnya.

“Kadang-kadang hati ini rasanya sakit dan perih, negara kok seperti ini ke masyarakat... Sedih sekali,” kata Harun kepada BBC News Indonesia.

“Ini sudah keterlaluan. Tidak terhitung kami aksi dan audiensi, tapi sampai sekarang tidak ada tanggapannya,” sambungnya.

Kepala Divisi Wilayah Kelola Rakyat Walhi Nasional, Huslaini, mengatakan masih terulangnya "kriminalisasi" semacam ini menggambarkan kegagalan pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria.

“Ini bentuk kelalaian negara dalam menyelesaikan konflik agraria, [kasus Pakel] ini konflik warisan Orde Baru. Sudah puluhan tahun. Upaya penyelesaiannya pun tidak berdasarkan akar persoalan,” kata Huslaini dalam konferensi pers pada Selasa (11/06).

Baca juga: Konflik Lahan di Desa Pakel Banyuwangi, BPN Pertimbangkan Riwayat HGU

BBC News Indonesia telah berupaya menghubungi PT Bumisari Maju Sukses, namun belum mendapatkan tanggapan hingga artikel ini diterbitkan.

Mengapa Muhriyono ditangkap?

Warga Desa Pakel saat menggeruduk Polresta Banyuwangi (Rizki Alfian Restiawan/Kompas.com) Warga Desa Pakel saat menggeruduk Polresta Banyuwangi
Muhriyono adalah satu dari sekitar 800 warga Desa Pakel yang tergabung dalam rukun tani. Kasus yang menjerat Muhriyono bermula pada 10 Maret 2024.

Ketika itu, Harun mengatakan sekelompok pekerja perkebunan dan petugas keamanan menebangi tanaman-tanaman warga.

“Karena warga takut tanamannya habis, sekitar tiga sampai empat hektare tanaman warga ditebang, warga mencoba untuk menghadang supaya tidak meluas, tidak habis,” terang Harun.

Saat itulah terjadi insiden antara kedua belah pihak.

Lahan tempat insiden itu terjadi termasuk yang disengketakan warga. Dulunya lahan itu sempat dikelola oleh perkebunan. Namun beberapa tahun belakangan, lahan itu kosong sehingga warga kembali menanaminya.

Baca juga: Ribuan Petani Lampung Korban Konflik Agraria, LBH Tuding Mafia Tanah

PT Bumisari kemudian melaporkan Muhriyono ke polisi karena dituduh ikut serta mengeroyok dan memukul petugas keamanan.

Harun membantah tuduhan terhadap Muhriyono itu.

“Muhriyono tidak melakukan itu. Memang kebetulan, petugas keamanan ini kenal dengan Pak Muhriyono karena Pak Muhriyono dulunya juga security perkebunan. Kebetulan dia ada di situ, jadi Pak Muhriyono lah yang disebut oleh security itu,” klaim Harun.

Pada Minggu (09/06), warga pun dikagetkan dengan kabar bahwa polisi menjemput Muhriyono.

Muhriyono sedang makan malam ketika sejumlah anggota polisi datang ke rumahnya tanpa menjelaskan mereka dari kepolisian mana.

“Warga kebingungan, panik, langsung mendatangi Polresta Banyuwangi. Tapi saat itu, Polresta tidak menerima kami dengan baik, kami tidak mendapatkan informasi apa-apa,” kata Harun.

Baca juga: Konflik Agraria di Indonesia Tertinggi Dibanding Enam Negara Asia

“Karena kami sudah kelelahan dan banyak anak kecil yang ikut, akhirnya kami pulang. Tapi kami tetap berupaya mencari keberadaan teman kami yang waktu itu kami anggap hilang,” sambungnya.

Warga baru tahu esok harinya bahwa Muhriyono ditangkap oleh Polresta Banyuwangi karena dianggap mangkir dari dua panggilan pemeriksaan dalam kasus dugaan pengeroyokan yang terjadi pada Maret lalu.

Namun, menurut keluarga, Muhriyono baru mendapat satu kali surat panggilan. Sedangkan surat panggilan kedua tidak pernah sampai kepadanya.

Muhriyono kini ditahan di rumah tahanan Polresta Banyuwangi. Warga pun mendesak agar Muhriyono dibebaskan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Banjir Bandang Probolinggo, Puluhan Rumah dan 4 Jembatan Rusak, Ribuan Warga Terisolasi
Surabaya
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Harapan Para Tukang Becak Lansia asal Kota Pasuruan Penerima Becak Listrik: Semoga Diminati seperti Ojek Online
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau