Mereka mencari referensi dari berbagai literatur dan sumber. Karena keinginan yang kuat agar bakat sang anak dapat tersalurkan, tidak lama bagi keduanya menguasai ilmu Jaritmatika.
"Wong bapak ini ndak ngerti Hp ya, jadi nyari di buku. Referensi dari orang dan lain-lain," timpal Titik.
Hanya beberapa bulan saja, pasangan suami istri itu dapat menguasai cara cepat belajar berhitung dengan riang gembira.
Merasa mendapatkan sedikit ilmu, Eko dan Titik menyalurkannya kepada sang anak. Dan benar, anak bungsunya itu cepat tanggap menyerap ilmu dari kedua orangtuanya.
"Alhamdulillah, anak kami langsung tanggap. Ternyata bisa dan mampu," ungkap Titik.
Lambat laun, pengetahuan sang anak tentang ilmu matematika mulai meningkat. Dari situ Eko dan Titik berpikir menyalurkan ilmu yang didapat kepada anak-anak yang lain.
"Anak saya mulai ngajak temen-temennya. Lalu anak tetangga, dari situ akhirnya mulai dikenal," ujar Titik.
Titik yang memang selama ini fokus kepada anak berkebutuhan khusus, merasa terpanggil karena perjuangan bersama sang suami.
Baca juga: Tema dan Logo Hari Pendidikan Nasional 2024, Diperingati Tiap 2 Mei
"Lihat bapak kok semangat sekali. Saya ikutan semangat. Akhirnya kami bagi tugas, saya untuk anak berkebutuhan khusus."
"Bapak tidak, fokus ke anak-anak yatim, putus sekolah dan yang ingin belajar meskipun sudah sekolah," terang Titik.
Awal bergerak dilakukan di pinggiran bantaran sungai Desa Sambimulyo, Kecamatan Bangorejo.
Mula-mula hanya satu dua anak yang ikut bergabung, lama kelamaan banyak yang berminat.
"Kami sisir anak-anak di pesisir pantai, pinggiran hutan waktu itu. Kami ajak. Siapa pun yang mau belajar matematika, ayo, gratis. Tidak bayar," kata Eko.
Saat itu yang paling banyak ikut belajar adalah anak putus sekolah dan anak yatim. Mereka dikumpulkan di satu tempat.
"Awalnya kami ajak bermain-main angka dulu, mereka senang. Lalu kita arahkan untuk dalam berhitung tidak menggunakan kalkulator. Lama-lama mereka bisa," ungkap Eko.