MALANG, KOMPAS.com - Sejumlah sivitas akademika Universitas Negeri Malang (UM) mengikuti aksi seruan untuk menjaga cita-cita proklamasi dan reformasi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo.
Aksi seruan itu berlangsung di depan rektorat kampus UM pada Senin (5/2/2024).
Perwakilan sivitas akademika UM, Prof Dr Hari Wahyono mengatakan, kegiatan tersebut telah mendapat restu dari rektor. Namun, rektor UM tidak ikut dengan alasan karena sedang ada kegiatan lain bersama pejabat UM lainnya di Kota Batu.
"Para pejabat kita sedang acara di Batu, tapi sudah mendapatkan restu dari rektor. Pak rektor enggak ada karena ada kegiatan di Batu," kata Hari Wahyono saat diwawancarai.
Baca juga: Sivitas Akademika UAD Kritik Pemerintah, Banyak Pengingkaran Akhlak, Etika, dan Sikap Kenegarawanan
Terkait seruan itu, pihaknya tidak hanya bermaksud ikut-ikutan dengan perguruan tinggi lainnya yang sudah melakukan hal yang sama. Tetapi, hal itu juga sebagai bentuk kepedulian terhadap kondisi bangsa dan negara saat ini.
"Kita sebenarnya tidak hanya sekedar ikut-ikutan, tetapi bentuk dari kepedulian kita terhadap kondisi Indonesia yang saat ini sedang, mungkin tidak baik-baik saja. Saya rasa teman-teman semua sudah tahu di media sosial, maupun di media massa," katanya.
Baca juga: Sivitas Akademika UIN Yogyakarta Sampaikan Seruan Moral Kalijaga, Desak Presiden Jadi Teladan Etik
Dia menyampaikan bahwa akademisi perguruan tinggi saat ini melihat adanya situasi negara yang sedang tidak baik-baik saja. Sehingga, kegiatan tersebut juga ditegaskan tidak bermaksud memihak kepada salah satu pasangan capres atau cawapres tertentu.
"Selama ini kita di akademisi hanya melihat situasi saja, yang memang sepertinya tidak baik-baik saja, tetapi kita tidak memihak kepada salah satu paslon, ini murni seruan untuk perbaikan jalannya reformasi kita," katanya.
Menurut Hari Wahyono, kegelisahan masyarakat saat ini makin meluas yang membuat situasi berbangsa dan bernegara terasa sedang tidak baik-baik saja. Kemudian, suasana kurang kondusif menjelang Pemilu 2024 dilandasi perasaan mendapatkan perlakuan tidak adil oleh sebagian besar masyarakat.
"Dan, menyaksikan perilaku menabrak etika dan kepatutan, praktik penyalahgunaan kekuasaan, kolusi, korupsi, dan nepotisme serta oligarki yang berkelindan dalam kekuasaan," katanya.