KOMPAS.com - Batik Madura merupakan salah satu jenis batik pesisir.
Pamor batik Madura tidak sepopuler batik Pekalongan, batik Cirebon, maupun batik Lasem. Namun, keindahan tidak lekang waktu.
Setiap wilayah Madura menghasilkan batik dengan coraknya masing-masing.
Batik merupakan kata yang berasal dari bahasa Jawa "amba", yang berarti menulis dan "nitik" merujuk pada pembuatan corak yang pada media kain.
Keberadaan batik Madura tidak terlepas dari kerajaan di Pamelingan, yang saat ini dikenal dengan Pamekasan.
Keraton Mandilaras sebagai pusat pemerintahan di bawah pimpinan Pangeran Ronggosukowati adalah cikal bakal berdirinya Kabupaten Pamekasan, Madura.
Batik tulis Madura mulai dikenal masyarakat luas pada sekitar abad ke 16 hingga 17.
Hal tersebut diawali dengan perang yang terjadi di Pamekasan antara Raden Azhar (Kiai Penghulu Bagandan) Ke' Lesap.
Raden Azhar adalah ulama penasihat spiritual Adipati Pamekasan yang bernama Raden Ismail (Adipati Arya Adikara IV). Sedangkan, Ke' Lesap adalah keturunan Cakraningrat I.
Sejarah batik Madura banyak dipengaruhi oleh batik Yogyakarta dan Solo. Pengaruh tersebut terkait adanya hubungan para pembesar Madura dengan kerajaan di Jawa.
Pada zamannya, raja Kerjaaan Bangkalan, Cakraningrat I, adalah bawahan Kesultanan Mataram yang dipimpin Sultan Agung.
Pada perkembangannya, batik Madura memiliki karakter yang berbeda dengan batik Jawa.
Tokoh penting yang berjasa dalam mengenalkan batik Madura adalah Arya Wiraraja, Adipati Sumenep.
Dia terkenal karena mempunyai kedekatan dengan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.
Batik mulai menjadi pembicaraan di Madura, saat Raden Azhar tampak gagah ketika menggunakan batik parang yang memiliki corak gambar melintang simetris.