MALANG, KOMPAS.com - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko enggan berkomentar banyak terkait aksi ratusan kader, relawan, dan simpatisan Partai Demokrat yang menggelar aksi cap jempol darah.
"Apa yang perlu ditanggapi, enggak perlu lah itu enggak penting itu," kata Moeldoko saat berada di Kota Malang, Jawa Timur pada Sabtu (17/6/2023) malam.
Moeldoko menyampaikan, bahwa Indonesia merupakan negara konstitusional, untuk itu segala halnya sudah diatur konstitusi.
Bagi dia, aksi cap jempol darah tersebut berlebihan.
Baca juga: Puan-AHY Sudah Bertemu, Demokrat: Syukur-syukur Pak SBY dan Ibu Mega Bertemu Juga...
"Kita ini kan semuanya hidup di atas konstitusi. Ini kan ada konstitusi enggak usah macam-macam lah," katanya.
Moeldoko menyindir, aksi itu sebaiknya dilakukan setiap hari.
"Biar darahnya habis," katanya.
Baca juga: Lawan PK Moeldoko, Aksi Cap Darah Kader Demokrat Berlanjut hingga Putusan MA Keluar
Sebagai informasi, aksi cap jempol darah dilakukan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat pada Jumat (16/6/2023) siang.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap Peninjauan Kembali (PK) Moeldoko di Mahkamah Agung (MA) terkait kepengurusan Partai Demokrat.
Aksi dilakukan dengan jempol para kader terlebih dulu ditusuk jarum dan darah mereka diabadikan dalam spanduk putih yang ditempel di tembok.
Diketahui, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan bahwa langkah yang dilakukan Moeldoko merupakan upaya pihak berkuasa untuk mengganggu kelompok yang bertentangan.
Pasalnya, saat ini Demokrat merupakan parpol yang mengambil posisi sebagai oposisi pemerintah.
Baca juga: Jika PK Moeldoko Diterima, AHY: Penguasa Abuse of Power untuk Habisi Lawan Politik
Di sisi lain, MA belum memutuskan siapa saja hakim agung yang dipilih untuk mempersidangkan PK tersebut.
Adapun konflik antara Partai Demokrat dan Moeldoko terjadi medio 2021 ketika sejumlah kader melakukan kongres luar biasa (KLB) di Deli Serdang.
Dalam forum tersebut, Moeldoko didapuk sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Namun, AD/ART kubu Moeldoko tak diterima oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kemenkumham tetap menyatakan bahwa kepengurusan Partai Demokrat yang sah berada di bawah kepemimpinan AHY.
Moeldoko pun menggugat ke PTUN, namun ditolak, hingga akhirnya mengajukan PK ke MA.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.