MOJOKERTO, KOMPAS.com - Kasus pembunuhan terhadap AE (15), siswi SMP di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, mengagetkan pihak sekolah tempatnya belajar.
Apalagi, pelaku pembunuhan tersebut adalah AB (15), teman satu kelas korban.
Kepala sekolah tempat korban belajar, Herdian Primiarko mengatakan, terkait kasus pembunuhan yang melibatkan muridnya, pihaknya berharap ada upaya pemberian efek jera agar tindakan serupa tidak terulang di masa depan.
Baca juga: Siswa SMP Pembunuh Teman Sekelas di Mojokerto Dijerat Pasal Berlapis
Menurut dia, pelaku pembunuhan memang masih anak-anak, namun bukan berarti penanganannya kasus hukumnya harus dihentikan ataupun pelakunya tidak dihukum.
“Saya tadi sudah menyampaikan kepada Lembaga Perlindungan Anak, agar anak (pelaku) ini supaya dihukum sesuai hukum yang berlaku," kata Herdian, Kamis (15/6/2023).
“Tapi mohon, itu jangan serta merta anak itu kemudian dibebaskan dan lain sebagainya, tanpa ada pertimbangan-pertimbangan, karena ini juga akan menghancurkan pendidikan,” lanjut dia.
Baca juga: Siswi SMP di Mojokerto Dibunuh Teman Sekelas, Kriminolog Sebut Pelaku Kurang Pemahaman Moralitas
Dijelaskan Herdian, penanganan kasus yang melibatkan AB, siswa yang baru dinyatakan lulus dari sekolahnya, perlu ditangani dengan tepat agar tidak merusak perspektif anak-anak terkait penanganan kasus hukum.
Bagi dia, hukuman setimpal ataupun hukuman yang memberi efek jera, sangat diperlukan agar tidak ada perasaan kebal hukum bagi anak-anak ketika melakukan tindak pidana.
“Sebab kalau sudah terjadi (pelaku tidak dihukum), anak-anak bisa berpandangan kalau kejahatan anak-anak tidak bisa dihukum. Jangan sampai anak-anak punya pandangan seperti itu. Kalau itu terjadi, pendidikan anak-anak bisa hancur,” ujar Herdian.
Harapan adanya hukuman setimpal dan memberikan efek jera, kata Herdian, telah disampaikan kepada tim dari Lembaga Perlindungan Anak dan tim dari kepolisian yang datang ke sekolahnya pada Kamis (15/6/2023).
“Paling enggak ya, bisa dihukum setimpal, lah. Tidak harus berat, karena psikologinya anak-anak kan masih bisa berubah. Kalau untuk pembinaan atau pemberian doktrin, itu dilakukan waktu di pemasyarakatan (Lapas) atau lembaga pembinaan saja. Kalau pembinaannya sukses, saya kira bisa berubah kok,” kata Herdian.
Dia mengungkapkan, sosok AE, korban pembunuhan yang dilakukan AB, merupakan murid yang baik dan dipercaya sebagai bendahara kelas.
Adapun AB, sebelumnya diketahui merupakan sosok yang memiliki perilaku baik dan menurut kepada guru. Namun, sikapnya mulai terlihat berubah temperamental sejak setengah tahun lalu.
Baca juga: Pengakuan Tersangka Pembunuh Siswi SMP di Mojokerto, Dua Kali Setubuhi Jasad Korban
Herdian menambahkan, guna meminimalisasi kejadian serupa, pihaknya akan menggelar pertemuan dengan wali murid, serta mengagendakan pembinaan parenting secara rutin kepada wali murid di sekolahnya.
Sementara itu, kasus hukum yang melibatkan anak penanganannya telah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Proses penyelidikan hingga pada persidangan untuk anak yang berhadapan dengan hukum telah diatur dalam undang-undang tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, polisi menangkap AB (15) dan MA (19) atas dugaan pembunuhan terhadap AE (15), siswi salah satu SMP di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
AB yang masih teman satu kelas dengan korban, tega menghabisi nyawa temannya karena rasa dendam setelah dibangunkan dan ditagih iuran kelas.
Pelaku membunuh AE pada 15 Mei 2023 malam dengan cara dicekik. Lokasi pembunuhan berada di belakang rumah pelaku, berjarak sekitar 100 - 200 meter.
Setelah membunuh AE, AB dengan dibantu MA membuang jasad korban ke dalam parit di bawah rel kereta api di Dusun Karangnongko, Desa Mojoranu, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.