Hingga tahun 2019, terjadi proses peralihan hak yang tidak disadari Mbah Rukmi.
Saat itu, Mbah Rukmi dibawa ke sebuah tempat pencucian sepeda motor yang jauh dari rumahnya dan diminta membubuhkan cap jempol.
"Sementara dia diungsikan, di rumahnya sudah ada pengukuran. Dia cerita, katanya disuruh cap jempol karena ada bantuan," ujar Slamet.
Belakangan diketahui, terjadi proses jual beli dari P dengan seorang warga desa setempat seharga Rp 150 juta.
Warga pun mempertanyakan proses peralihan akta peralihan hak milik Mbah Rukmi yang tiba-tiba beralih ke orang lain.
Warga sekitar pernah beramai-ramai mempertanyakan proses ini ke kantor desa.
"Warga mintanya tanah itu dikembalikan atas nama Mbah Rukmi," tegas Slamet.
Saat ini, Mbah Rukmi tinggal di teras rumah yang sudah atas nama orang lain.
Sementara di dalam rumah kosong tak ada perabot yang tersisa.
Setiap hari warga sekitar yang menyediakan makanan untuk Mbah Rukmi.
Kondisinya saat ini sudah pikun, sehingga Mbah Rukmi buang kotoran di teras rumah tempatnya berdiam.
Seorang tetangga bernama Anik Pratiwi (53) yang membersihkannya setiap pagi dan sore hari.
Menurut Anik, untuk urusan makanan Mbah Rukmi tidak pernah kekurangan, karena semua tetangga peduli padanya.
"Tugas saya yang membersihkan dan semua kebutuhannya. Yang jadi keluhan warga adalah biaya perawatannya," ucap Anik.
Masih menurut Anik, anak angkatnya dulu yang merawat Nyoto hingga meninggal dunia dan menutup utangnya.