Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pengungsi Syiah di Sidoarjo, Tempat Tinggal Sempit dan Akses Belajar Anak Terbatas

Kompas.com - 07/09/2022, 15:42 WIB
Idham Khalid,
Andi Hartik

Tim Redaksi

SIDOARJO, KOMPAS.com - Riuh suara burung perkutut menyambut kedatangan di Rumah Susun (Rusun) di wilayah Puspa Agro, Desa Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (3/9/2022).

Rumah susun tersebut merupakan tempat pengungsian komunitas Syiah Kabupaten Sampang. Mereka mengungsi akibat konflik bernuansa SARA di Sampang, Madura, Jawa Timur, yang terjadi pada tahun 2012.

Memasuki halaman Rusun berlantai empat tersebut, tampak balkon yang dipenuhi benda-benda bergelantungan. Seperti, jemuran pakaian, baju dalam, hingga perabotan dapur seperti wajan, panci dan lainnya.

Baca juga: Pemilu 2019, Pengungsi Syiah Sampang Tak Bisa Memilih Caleg

Tembok bangunan terlihat lembab dan mulai rapuh terkikis. Pada sebagian tembok, terlihat bata dan cat tembok yang mulai mengelupas.

Saluran drainase dari kamar toilet yang tidak bagus menimbulkan bau tak sedap. Bahkan, air kamar mandi ada yang melintas di depan kamar pengungsi.

Komunitas Syiah penyintas konflik tersebut tercatat sebanyak 80 KK dengan total 345 jiwa. Terdiri dari 122 anak, dan 223 orang dewasa.

Baca juga: Harapan Pengungsi Syiah Sampang pada Gubernur Jatim Terpilih

Ummi Fitri (33), seorang pengungsi, mengungkapkan, dirinya mengeluh atas keterbatasan tempat tinggal. Bersama 7 anaknya, ia menempati satu ruangan yang luasnya sekitar 6x6 meter.

“Anak saya awalnya sebagian mondok, pas Covid-19 itu semua pulang dan masih ngumpul semua sampai sekarang. Sedih tidurnya kayak gitu kayak pindang,” kata perempuan yang akrab disapa Ummi.

Ruangan tersebut, oleh suaminya, disekat menjadi satu ruang kamar tidur, satu ruang tamu, dan dapur bersama toilet dibuat berdekatan berupa lorong kecil.

Diterangkan Ummi, penghuni rusun hanya berhak menempati satu ruangan untuk satu KK. Bahkan, ada satu KK mempunyai tiga belas anggota hingga dokumen KK nyambung menjadi dua lembar.

Suasana anak-anak penyintas komunitas Syiah Sampang tinggal mengungsi di rumah susun Desa Jemundo, Kabupaten Sidoarjo.KOMPAS.COM/IDHAM KHALID Suasana anak-anak penyintas komunitas Syiah Sampang tinggal mengungsi di rumah susun Desa Jemundo, Kabupaten Sidoarjo.
Selain menjadi ibu rumah tangga dan menjaga anak-anaknya, Ummi juga menjadi guru TK dari anak-anak penghuni rusun tersebut. Dalam sebulan, ia mendapatkan gaji Rp 30.000 dari satu anak murid TK yang belajar di tempat tersebut. Jumlah murid TK di tempat tersebut sebanyak 20 orang.

Ummi menuturkan, suaminya awalnya menjadi pekerja di industri kelapa. Suaminya dibayar mengupas serabut kelapa Rp 200 per buah. Namun, sudah satu tahun ini, suaminya menekuni usaha burung perkutut yang dijual hingga ke Bangkok, Thailand.

“Sekarang suami saya mulai nerusin hobi burung perkutut itu jadi usahanya, awalanya kerja kelapa. Satu kelapa dihargai Rp 200, kalau yang ibu-ibu ngupas kulit dalemnya, itu per kilogramnya Rp 400,” kata Ummi.

Burung perkutut tersebut mulanya dari empat ekor, kini menjadi 100 ekor dan menjadi usaha utamanya untuk menghidupi anak-anaknya.

Baca juga: Opsi Pengungsi Syiah Sampang saat Pemungutan Suara Pilkada Serentak

Diakui Ummi, keluarganya menerima bantuan uang dari pemerintah sebesar Rp 709.000 per kepala yang diterima perbulan. Kendati demikian, bantuan tersebut masih terbilang belum cukup mengingat tinggal di perkotaan banyak kebutuhan.

Selain itu, anaknya kebanyakan sekolah di tempat swasta. Akses untuk masuk sekolah negeri terbatas karena masih berdomisili Sampang.

Baca juga: Rayakan Maulud, Warga Syiah Sampang di Pengungsian Berharap Bisa Pulang

“Dari pemerintah juga ada Rp 709.000 tiap bulan per kepala, banyak membantu sih. Apalagi, anak-anak di sini banyak sekolahnya di swasta, jadi biayanya lebih mahal,” kata Ummi.

Bagi Ummi, pendidikan sangatlah berarti bagi anak-anaknya, meskipun dengan kondisi keterbatasan penghasilan dan tempat tinggal.

Dirinya bersama suami sebisa mungkin menyekolahkan anaknya, bahkan saat ini satu anaknya telah menyelesaikan kuliah. Satu anaknya lagi masih mengenyam pendidikan kuliah jurusan tafsir di Surabaya, dan anak lainnya masih duduk di jenjang pendidikan sekolah SD, SMP dan SMA.

Meski mempunyai usaha perkutut dan mendapatkan bantuan dari pemerintah, Ummi berharap bisa kembali ke kampung halamannya. Menurutnya, di kampung halaman, dapat memiliki tempat tinggal yang nyaman dan melakukan aktivitas berkebun maupun bertani.

“Minta kejelasan pulang, istilahnya di sini kita kan numpang, kalau di kampug kan punya lahan, bisa garap kebun, kalau di sini semua kan serba beli, kalau uang segitu secara hitungan sebenarnya tidak memenuhi,” harap Ummi.

Suasana aktivitas Ummi Fitri di halaman saat memberikan pakan burung PerkututKOMPAS.COM/IDHAM KHALID Suasana aktivitas Ummi Fitri di halaman saat memberikan pakan burung Perkutut
Akses belajar terbatas

Masih di lingkungan Rusun, Kompas.com menemui Hanna (15) dan Atika (17) yang merupakan anak penyintas komunitas Syiah yang berada di Rusun Puspa Agro. Hana menuturkan bahwa dirinya mengeluhkan tempat tinggal yang sempit.

Selain sempit, ruangan tempat tinggalnya tersebut lembab dan atapnya sering bocor ketika masuk musim hujan.

“Tempat tinggal tidak nyaman, karena kamarnya kecil, lembab juga, terus rusak, bahkan atapnya juga bocor,” kata Hana.

Hana berharap, ada perbaikan atas lokasi tempat tinggalnya, dan penambahan ruangan bagi yang memiliki keluarga yang banyak.

Baca juga: Warga Syiah Sampang Akan Dicabut Status Kependudukannya

“Semoga ada renovasi perbaikan, ada juga penambahan ruangan, agar tidak sempit lagi, mungkin yang banyak keluarga bisa ditambah ruangannya,” kata Hanna.

Sementara Atika mengungkapkan, keinginannya di lokasi Rusun agar memiliki perpustakaan dan tempat bermain berama teman-temannya.

“Ingin ada perpustakaan kecil biar ada lokasi belajar, dan ada tempat bermain juga, agar bisa belajar sambil bermain, tidak lagi di halaman masjid,” ungkap Atika dengan tersenyum.

Atika tidak bisa mengeyam sekolah negeri karena orangtuanya masih berdomisili di Kabupaten Sampang.

Baca juga: Pengungsi Syiah Sampang Tak Boleh Lebaran di Kampung Halaman

Saat mengutarakan cita-citanya, Hana berkeinginan menjadi dokter dengan alasan agar dapat memberikan pengobatan kepada warga rumah Rusun yang aksesnya jauh dari pusat kesehatan.

Sementara, Atika ingin menjadi pengusaha karena ingin memperbaiki kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.

Respons Pemkab Sidoarjo

Sub Koordinator Pemenuhan Hak Anak pada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Sidoarjo, Nilam Cahyandari mengungkapkan, dirinya baru pertama mengunjungi penyintas komunitas Syiah Sampang. Sehingga, dirinya tidak mengetahui banyak hal tentang kehidupan pengungsian, baik anak maupun perempuan penghuni Rusun.

“Jujur saja, saya baru pertama masuk ke sini, dan tadi sudah disuguhkan ada beberapa isu yang perlu kita perhatikan, dan itu kami nantinya akan menjaring menjadi program kerja kami,” ungkap Nilam yang saat itu turut menengok anak-anak Rusun Puspa Agro.

Suasana anak-anak penyintas komunitas Syiah Sampang tinggal mengungsi di rumah susun Desa Jemundo, Kabupaten Sidoarjo.KOMPAS.COM/IDHAM KHALID Suasana anak-anak penyintas komunitas Syiah Sampang tinggal mengungsi di rumah susun Desa Jemundo, Kabupaten Sidoarjo.
Nilam mengatakan, sebenarnya tanggung jawab atas warga pengungsi Syiah tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Kendati demikian, anak-anak di Rusun tersebut berada di wilayah Sidoarjo dan harus menjadi perhatian Pemkab Sidoarjo.

“Kami akan memfasilitasi sesuai kewenangan kami. Tapi saya melihat berinteraksi langsung, anak-anak di sini masih nyaman, enjoy bermain, sekolah juga tertampung di sana,” kata Nilam.

Mengenai adanya isu kekerasan anak, Nilam mengimbau anak yang tinggal di Rusun tersebut dapat melapor melalui komunitas Forum Anak (FA) yang ada di tingkat kelurahan hingga kabupaten.

Child Rights Governance Advisor Save Children, Ratna mengungkapkan, sejumlah potensi kekerasan dapat dialami oleh anak di Rusun Puspa Agro.

Baca juga: Mendagri: Pemulangan Warga Syiah Sampang Terus Diupayakan

“Ruang terbatas itu menyebabkan anak rentan kekerasan, sulit mendapatkan ruang privasi begitu, satu ruangan digunakan dengan keluarga lain, dan akhirnya rentan terjadi bentuk-bentuk kekerasan,” ungkap Ratna.

Selaku NGO pemerhati hak anak yang mendampingi anak-anak penyintas Syiah, pihaknya akan melakukan advokasi hak dasar bagi anak, apa pun latar belakangnya.

Adapun catatan dari Save Children, sebagian besar anak di Rusun tersebut tidak bisa mengakses sekolah negeri karena memiliki domisili yang berbeda dari tempatnya saat ini.

Baca juga: Pengungsi Syiah Sampang Boleh Mudik Lebaran

“Kami temukan di sini adalah hak atas pendidikan, karena status domisili warga di Puspa Agro bukan sebagai penduduk Desa Jemundo, jadi ana-anak di sini tidak bisa mengakses pendidikan negeri yang gratis, mereka tetap sekolah tapi yang di swasta,” ungkap Ratna.

Pihaknya mengajak anak-anak di Rusun tersebut untuk belajar melakukan identifikasi persoalan sehingga nantinya mampu menyuarakan hak-hanya melalui orang terdekat  yang dipercayainya.

“Membangun kapasitas anak untuk mengidentifikasi kekerasan, baik fisik, seksual, emosional, itu bisa disampaikan kepada orang yang mereka percayai,” ungkap Ratna.

Membuat ruang yang aman bagi anak, pihaknya harus berkolaborasi untuk memperjuangkan hak-hak anak yang akan menjadi generasi penerus masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Unesa Tawarkan Beasiswa S2 dan Posisi Dosen ke Marselino Ferdinan Usai Tampil Bagus di Timnas U-23

Unesa Tawarkan Beasiswa S2 dan Posisi Dosen ke Marselino Ferdinan Usai Tampil Bagus di Timnas U-23

Surabaya
Manajer Koperasi Diadili karena Gelapkan Uang Nasabah Rp 14 M di Banyuwangi

Manajer Koperasi Diadili karena Gelapkan Uang Nasabah Rp 14 M di Banyuwangi

Surabaya
Pria di Gresik Ditangkap Polisi atas Dugaan Pencabulan 2 Anak Tiri

Pria di Gresik Ditangkap Polisi atas Dugaan Pencabulan 2 Anak Tiri

Surabaya
Ramai Hajatan Pernikahan di Sidoarjo, Tamu Undangan Diberi Kasur Lipat

Ramai Hajatan Pernikahan di Sidoarjo, Tamu Undangan Diberi Kasur Lipat

Surabaya
9 Remaja Ditangkap usai Culik dan Aniaya Pemuda di Surabaya

9 Remaja Ditangkap usai Culik dan Aniaya Pemuda di Surabaya

Surabaya
Pencuri Besi Penambat Rel KA Ditangkap di Pasuruan, Puluhan Barang Bukti Diamankan

Pencuri Besi Penambat Rel KA Ditangkap di Pasuruan, Puluhan Barang Bukti Diamankan

Surabaya
Begal Payudara di Situbondo Tertangkap Warga, Pelaku Terancam 9 Tahun Penjara

Begal Payudara di Situbondo Tertangkap Warga, Pelaku Terancam 9 Tahun Penjara

Surabaya
Komplotan Pencuri Ban Serep Ditangkap Polisi di Tol KLBM

Komplotan Pencuri Ban Serep Ditangkap Polisi di Tol KLBM

Surabaya
Remaja Korban Pemerkosaan di Banyuwangi Diminta Menikahi Pelaku, Pemkab: Tak Boleh Terjadi

Remaja Korban Pemerkosaan di Banyuwangi Diminta Menikahi Pelaku, Pemkab: Tak Boleh Terjadi

Surabaya
Plafon Ruang Kelas SDN di Magetan Ambrol, 3 Tahun Tak Ada Perbaikan

Plafon Ruang Kelas SDN di Magetan Ambrol, 3 Tahun Tak Ada Perbaikan

Surabaya
Mobil Terbakar di Parkiran RS Kertosono, Pemicunya Diduga 'Powerbank'

Mobil Terbakar di Parkiran RS Kertosono, Pemicunya Diduga "Powerbank"

Surabaya
Pria Ini Curi iPhone 11 dan Minyak Angin untuk Biaya Persalinan Istrinya

Pria Ini Curi iPhone 11 dan Minyak Angin untuk Biaya Persalinan Istrinya

Surabaya
Lembah Mbencirang di Mojokerto: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Lembah Mbencirang di Mojokerto: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Surabaya
Memaksa Minta Donasi untuk Palestina, 2 WNA Diamankan Imigrasi

Memaksa Minta Donasi untuk Palestina, 2 WNA Diamankan Imigrasi

Surabaya
Balon Udara Jatuh dan Meledak di Pacitan, Ketua RT: Suara Terdengar sampai 1 Km

Balon Udara Jatuh dan Meledak di Pacitan, Ketua RT: Suara Terdengar sampai 1 Km

Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com