Keberadaan burung jalak lawu bagi masyarakat di Magetan tak lepas dari kisah tutur tentang perjalanan Raja Brawijaya V yang mengasingkan diri ke kawasan Puncak Gunung Lawu kurang lebih 600 tahun lalu.
Pengiat Budaya dari Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Abdul Rohman mengatakan, pada masa runtuhnya kerajaan Majapahit, Brawijaya V mendapat petunjuk untuk mengasingkan diri di Gunung Lawu.
Sebab, Gunung Lawu dipercaya sebagai gunung keramat di Pulau Jawa.
"Dalam sengkalan Sirnaning Kertaning Ilaning Bumi merupakan masa runtuhnya kerajaan Majapahit dan bergantinya masa pengaruh Islam, Brawijaya mendapat wangsit untuk mengasingkan diri ke Gunung Lawu,” ujar Abdul saat ditemui di Pos Pendakian Cemoro Sewu, Minggu (20/03/2022).
Dalam perjalanan pengasingan ke puncak Gunung Lawu, Prabu Brawijaya menemui kesulitan untuk menemukan jalan pendakian.
Raja Brawijaya V bersama rombongan pasukannya sempat diadang oleh Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo selaku punggawa desa di bagian utara Gunung Lawu.
Baca juga: Sejarah dan Asal-usul Magetan, Kabupaten di Kaki Gunung Lawu yang Berjuluk The Sunset of East Java
Mereka mengira desanya akan diserang oleh sekelompok pasukan yang mengiringi Brawijaya.
Namun setelah dijelaskan bahwa pasukan tersebut merupakan rombongan Raja Brawijaya V yang akan mengasingkan diri ke puncak Gunung Lawu, Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo kemudian turut mengantarkan sang raja menuju puncak Gunung Lawu.
Berkat bantuan Wongso Menggola dan Dipo Menggolo, Raja Brawijaya berhasil mencapai Hargo Dumilah, puncak Gunung Lawu.
Setelah berhasil mencapai Hargo Dumilah, Brawijaya kemudian bermukim dan melakukan kegiatan olah batin di puncak Gunung Lawu tersebut.
Pada suatu hari, anak Brawijaya yang bernama Raden Gugur yang masih berusia sekitar 15 tahun lari menuju Gunung Lawu karena dikejar-kejar oleh pasukan Kadipaten Cepu.
Adipati Cepu diperintah oleh Girindrawardhana, raja Majapahit yang berhasil menggulingkan kedudukan Brawijaya.
“Kisah tersebut terdapat di buku Girindrawardhana yang ditulis Djafar terbitan tahun 1978 dan buku politik kerajaan jawa dan hitam putih Majapahit yang ditulis Sri Wintala Achmad,” imbuhnya.
Baca juga: Hujan Angin Landa Magetan, 21 Rumah Rusak dan 2 Mobil Tertimpa Pohon Tumbang
Setelah Raden Gugur berhasil mencapai puncak Lawu, Brawijaya kemudian memerintahkan pasukannya yang tersisa untuk menghadapi pasukan dari Kadipaten Cepu tersebut.
Selain pasukan dari Kerajaan Majapahit, pertempuran melawan Kadipaten Cepu juga diikuti oleh pasukan Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo.
Pertempuran yang terjadi medan peperangan sangat dahsyat. Saking dahsyatnya pertempuran seluruh prajurit dari kedua musuh tidak ada yang selamat.
Hanya Raden Gugur, Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo yang masih hidup. Adipati Cepu yang selamat akhirnya memilih melarikan diri.
Lokasi yang diyakini sebagai area peperangan tersebut, masih sering dikunjungi oleh para pendaki puncak Gunung Lawu hingga kini.
Lokasi medan peperangan sendiri berada di sebelah utara dari puncak Hargo Dumilah atau berada di sebelah Pasar Dieng atau Pasar Setan.
Baca juga: Bukit Glodakan Wonogiri, Spot Sunrise Menawan Berlatar Gunung Lawu