Salin Artikel

Mengenal Jalak Lawu, dari Mitos Wongso Menggolo hingga Diyakini Tunjukkan Jalan bagi Pendaki Tersesat

Beberapa pendaki yang sempat tersesat di kawasan Gunung Lawu bercerita, mereka dapat kembali ke jalur pendakian usai ditolong oleh burung jalak lawu.

Studi identifikasi keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan (JPLB) pada tahun 2019, menyatakan bahwa burung jalak lawu merupakan spesies endemik Gunung Lawu.

Burung jalak lawu lebih sering muncul pada sore hari di kawasan pos 2 yang memiliki ketinggian 700 mdpl. 

Ciri dari burung yang juga disebut jalak gading ini adalah memiliki bulu berwarna cokelat, sementara bulu pada bagian dada berwarna kuning gading. 

Paruh dan kakinya memiliki berwarna senada dengan warna pada bulu bagian dada, kuning gading.

Burung jalak lawu terlihat jinak, karena sering terlihat terlalu dekat dengan pendaki, namun akan langsung terbang jika merasa terancam.

Keberadaan burung jalak lawu didukung oleh ketersediaan tanaman pakan yang subur di kawasan pos 2.

Di ketinggian 700 mdpl tersebut tumbuh subur tanaman manis rejo, putat, Rubus alpestris,  Rubus linaetus, Rubus fraxinifolius poir, Rubus niveus thunb, dan Rubus rosafolius  yang menghasilkan buah dan biji-bijian.

Sayangnya keberadaan burung  jalak lawu di  Wukir Mahendra, nama lain dari Gunung Lawu, mulai terancam.

Menurut penelitian JPLB, populasi jalak Lawu terus menyusut lantaran menurunnya kualitas habitat akibat eksploitasi hutan dan konversi lahan.

Burung jalak lawu memiliki nilai ekonomi cukup tinggi berdasarkan keunikan dan  keragaman  morfologis, tingkah laku, dan suara.

Hal tersebut membuat angka perburuan burung itu juga cukup tinggi.

Terancamnya populasi juga disebabkan kurangnya pengawasan terhadap perburuan liar burung jalak di pegunungan vulkanik tua dengan luasan area sekitar 15.000 hektare itu.

Pengiat Budaya dari Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Abdul Rohman mengatakan, pada masa runtuhnya kerajaan Majapahit, Brawijaya V mendapat petunjuk untuk mengasingkan diri di Gunung Lawu.

Sebab, Gunung Lawu dipercaya sebagai gunung keramat di Pulau Jawa.

"Dalam sengkalan Sirnaning Kertaning Ilaning Bumi merupakan masa runtuhnya kerajaan Majapahit dan bergantinya masa pengaruh Islam, Brawijaya mendapat wangsit untuk mengasingkan diri ke Gunung Lawu,” ujar Abdul saat ditemui di Pos Pendakian Cemoro Sewu, Minggu (20/03/2022).

Dalam perjalanan pengasingan ke puncak Gunung Lawu, Prabu Brawijaya menemui kesulitan untuk menemukan jalan pendakian.

Raja Brawijaya V bersama rombongan pasukannya sempat diadang oleh Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo selaku punggawa desa di bagian utara Gunung Lawu.

Mereka mengira desanya akan diserang oleh sekelompok pasukan yang mengiringi Brawijaya.

Namun setelah dijelaskan bahwa pasukan tersebut merupakan rombongan Raja Brawijaya V yang akan mengasingkan diri ke puncak Gunung Lawu, Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo kemudian turut mengantarkan sang raja menuju puncak Gunung Lawu.

Berkat bantuan Wongso Menggola dan Dipo Menggolo, Raja Brawijaya berhasil mencapai Hargo Dumilah, puncak Gunung Lawu.

Setelah berhasil mencapai Hargo Dumilah, Brawijaya kemudian bermukim dan melakukan kegiatan olah batin di puncak Gunung Lawu tersebut.

Pada suatu hari, anak Brawijaya yang bernama Raden Gugur yang masih berusia sekitar 15 tahun lari menuju Gunung Lawu karena dikejar-kejar oleh pasukan Kadipaten Cepu.

Adipati Cepu diperintah oleh Girindrawardhana, raja Majapahit yang berhasil menggulingkan kedudukan Brawijaya.

“Kisah tersebut terdapat di buku Girindrawardhana yang ditulis Djafar terbitan tahun 1978 dan buku politik kerajaan jawa dan hitam putih Majapahit yang ditulis Sri Wintala Achmad,” imbuhnya.

Setelah Raden Gugur berhasil mencapai puncak Lawu, Brawijaya kemudian memerintahkan pasukannya yang tersisa untuk menghadapi pasukan dari Kadipaten Cepu tersebut.

Selain pasukan dari Kerajaan Majapahit, pertempuran melawan Kadipaten Cepu juga diikuti oleh pasukan Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo.

Pertempuran yang terjadi medan peperangan sangat dahsyat. Saking dahsyatnya pertempuran seluruh prajurit dari kedua musuh tidak ada yang selamat.

Hanya Raden Gugur, Wongso Menggolo dan Dipo Menggolo yang masih hidup. Adipati Cepu yang selamat akhirnya memilih melarikan diri.

Lokasi yang diyakini sebagai area peperangan tersebut, masih sering dikunjungi oleh para pendaki puncak Gunung Lawu hingga kini.

Lokasi medan peperangan sendiri berada di sebelah utara dari puncak Hargo Dumilah atau berada di sebelah Pasar Dieng atau Pasar Setan.

Yang pertama diangkat adalah Dipo Menggolo sebagai patih untuk menjaga Gunung Lawu dan empat penjuru mata angin.

Karena di kerajaan yang berada di empat mata angin tersebut akan muncul penguasa dari keturunan Brawijaya.

“Kita ketahui dari Demak, Pajang, Jipang Panolan bahkan Mataram itu merupakan keturunan dari Brawijaya V,” kata Rohman.

Sementara untuk Wongso Menggolo sendiri, Brawijaya V mengangkatnya sebagai patih. Tugasnya membantu dan menolong keturunan serta anak cucunya kelak yang agar selamat sampai di puncak Hargo Dumilah ketika mendaki puncak Gunung Lawu.

Mendapat tugas tersebut Wongso Menggolo merasa terharu sekaligus sedih.

Karena dalam percakapannya dengan Brawijaya V, dia mengetahui bahwa olah batin yang dilakukan junjungannya tersebut akan segera berakhir.

“Dari catatan sejarah Prabu Brawijaya ke V tidak diketahui kapan meninggalnya dan di mana kuburnya. Prabu Brawijaya dipercaya moksa atau menghilang di puncak Gunung Lawu,” jelas Abdul Rohman.

Sedih karena ditinggal rajanya,  Wongso Menggolo membulatkan tekat untuk melaksanakan tugas yang telah diberikan oleh Brawijaya V sebaik mungkin.

Wongso Menggolo diberikan tugas oleh Brawijaya V untuk menjaga dan menolong anak keturunan Brawijaya ketika mendaki Gunung Lawu. Dia lalu menjelma menjadi jalak lawu.

Dari buku cerita mitos Gunung Lawu dalam masyarakat jawa karya Supriyanto yang diterbitkan tahun 2018, masyarakat di sekitar Gunung Lawu percaya jika burung jalak lawu adalah jelmaan dari Wongso Menggolo yang setia menjalankan tugas dari Brawijaya untuk menjaga para pendaki Gunung Lawu agar tidak tersesat.

Burung jalak lawu atau jalak gading sering terlihat melompat lompat di jalur pendakian seolah memberikan panduan kepada pendaki.

”Warga mempercayai bahwa burung jalak lawu merupakan perwujudan dari Wongso Menggolo, patih terakhir dari Raja Brawijaya ke V yang tetap setia mengemban tugas untuk memberikan bantuan kepada anak cucu Brawijaya menuju puncak Gunung Lawu,” pungkas Abdul Rohman. 

https://surabaya.kompas.com/read/2022/03/22/060000378/mengenal-jalak-lawu-dari-mitos-wongso-menggolo-hingga-diyakini-tunjukkan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke