Merasa kepepet, muncul ide gila Dahlan, yakni menjadikan istri para wartawan dan redakturnya sebagai agen koran.
Dia awalnya mengumpulkan 30 orang istri pegawai tersebut dan menceritakan kondisi perusahaan yang mungkin mati jika tidak dikembangkan bersama.
"Bagaimana kalau ibu-ibu jadi agen, karena enggak ada yang mau jualan. Mereka bilang enggak ngerti. Nanti kita ajarin. Saya agak ngawur tapi enggak ada pilihan," kata dia.
Baca juga: Prakiraan Cuaca di Surabaya Hari Ini, 8 Februari 2022: Siang dan Malam Hujan Ringan
Setiap Subuh, tiap orang diminta membagikan 100 koran kepada 100 tetangga secara gratis agar orang mengetahui bahwa konten Jawa Pos sudah berubah.
Namun pada hari kelima, agen menyetop koran gratis itu untuk mengetahui sejauh mana ketertarikan pembaca terhadap Jawa Pos.
"Ternyata banyak yang telepon, karena saya pasang pengumuman di situ, kalau koran tidak sampai hubungi kami. Kami tanya apa mau dikirimi tapi berlangganan? Ada yang mau dikirimi ada yang tidak," katanya.
Strategi itu dilakukan sampai setahun dan semakin membuat pagawai bersemangat karena menunjukkan hasil memuaskan.
Baca juga: Sejarah Mobil Listrik di Dunia, Plus Cerita Tucuxi Dahlan Iskan
Dahlan menceritakan Jawa Pos memiliki beberapa momentum yang membuat jumlah pembacanya meningkat drastis.
Antara lain setelah dibuat kebijakan untuk memberitakan Persebaya sebagai pahlawan di Kota Surabaya.
Kebijakan ini mengubah gaya pemberitaan sebelumnya yang suka "menggebuk" Persebaya.
"Kita bikin kaus haus gol, kita beri nickname yang green force itu, kita bikinkan selendang, topi, kita minta ada penyanyi Ita Purnamasari yang naik daun, kita pasangi atribut itu, orang bangga dan Persebaya maju. Jawa Pos naik 20.000 jadi 60.000 (eksemplar) karena tahap kedua itu," katanya.
Baca juga: Dahlan Iskan Anggap Sandiaga Uno Lebih Cocok Jadi Menteri Perindustrian