SURABAYA, KOMPAS.com - Dahlan Iskan mengisahkan ide-ide gilanya saat membesarkan media Jawa Pos.
Siapa sangka, ide 'ngawur' dari mantan Kabiro Tempo wilayah Jatim itu akhirnya bisa menaikkan oplah Jawa Pos hingga puluhan kali lipat.
Jawa Pos dahulu, kata Dahlan Iskan, tidak sebesar saat ini.
PT Grafiti Pers membeli Jawa Pos dari pendiri pertamanya The Chung Shen yang sudah sudah berusia lanjut.
Baca juga: Dahlan Iskan: Akidi Tio Banyak Menyumbang, tapi Selalu Atas Nama Hamba Tuhan
Tahun 1982, saat usia Dahlan 31 tahun, dia diminta untuk memimpin media yang berpusat di Surabaya tersebut, dalam kondisi yang sudah hampir mati.
"Tahun 1982 itu oplahnya saya baru tahu setelah masuk, pelanggannya hanya 2.400 tapi cetaknya 6.000 (eksemplar), 8 halaman, mesin cetak cuma satu di percetakan di dalam kota itu. Terus saya kelola," kata Dahlan dalam acara YouTube Beginu.
Dahlan bercerita dirinya sering marah ketika membaca Jawa Pos ketika itu. Posisi Dahlan Iskan saat itu masih menjadi wartawan Tempo.
Dia menilai konten dari koran tersebut biasa-biasa saja.
"Tidak pernah ada berita yang dicari oleh wartawan. Beritanya hanya misalnya ada acara atau jumpa pers. Terus gimana fungsi wartawannya?" ujar Dahlan.
Setelah memimpin Jawa Pos, kemarahan itulah yang kemudian membuat Dahlan mengubah gaya jurnalisme Jawa Pos secara besar-besaran.
Baca juga: Dahlan Iskan Sudah Negatif Covid-19, Segera Pulang dari Rumah Sakit
Wartawan Jawa Pos dituntut mencari berita di luar kegiatan yang bersifat resmi atau sekadar jumpa pers.
Seiring perubahan konten Jawa Pos yang semakin baik, rupanya tidak serta merta menaikkan jumlah pelanggan.
"Tiga bulan pertama sulit sekali. Orang diminta jualan Jawa Pos tidak mau, kaki lima nggak mau, menuh-menuhi saja, enggak laku," ujarnya.
Baca juga: Dahlan Iskan Senang Pahala Mansury Jadi Wamen BUMN, ini Alasannya
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.