Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biografi Douwes Dekker, Tokoh Tiga Serangkai Pendiri Indische Partij Asal Pasuruan

Kompas.com, 3 Februari 2022, 15:10 WIB
William Ciputra

Penulis

KOMPAS.com - Douwes Dekker adalah seorang keturunan Belanda yang turut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia melalui pemikiran-pemikirannya.

Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi tercatat sebagai seorang politikus, wartawan, aktivis, dan penulis, yang mengecam penindasan Belanda terhadap pribumi.

Bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Dokter Cipto Mangunkusumo, Danudirja mendirikan partai politik nasional pertama di Indonesia dengan nama Indische Partij.

Ketiga tokoh itu kini dikenal dengan Tiga Serangkai, karena kebersamaan mereka dalam perjuangan.

Baca juga: Biografi Ki Hajar Dewantara dan Perannya bagi Pendidikan di Indonesia

Profil Douwes Dekker

Danudirja Setiabudi lahir dengan nama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker, yang sering ditulis EFE Douwes Dekker.

Douwes Dekker (DD) lahir di Pasuruan, Jawa Timur, pada tanggal 9 Oktober 1879.

Ayah DD merupakan seorang Belanda bernama Auguste Henri Edouard Douwes Dekker, yaitu seorang bankir.

Sementara ibunya seorang Indo dari ayah Jerman dan ibu Jawa bernama Louisa Margaretha Neumann.

DD masih keponakan Eduard Douwes Dekker yang dikenal dengan nama pena Multatuli, seorang tokoh pergerakan yang perhatian terhadap nasib pribumi.

Diketahui, Eduard Douwes Dekker atau Multatuli dikenal melalui tulisannya berjudul Max Havelaar, yang berhasil mendorong pemerintah Belanda untuk menggulirkan politik etis di Hindia Belanda.

DD menempuh pendidikan dasar di Europeesche Lagare School Batavia, yaitu sekolah khusus keturunan Eropa.

Namun sekolah tempat DD menempuh pendidikan harus berulang kali pindah, lantaran mengikuti ayahnya yang juga sering dipindahtugaskan.

Setelah lulus sekolah, DD bekerja di sebuah perkebunan kopi Soember Doeren yang ada di Malang.

Dari sini, dia melihat langsung bagaimana penindasan orang Belanda dan Eropa terhadap pekerja pribumi.

Tak jarang DD memberikan pembelaan terhadap pribumi, sehingga harus bersitegang dengan rekannya, dan berujung pemecatan terhadap dirinya.

Baca juga: Profil Cipto Mangunkusumo dan Perjuangan Memberantas Wabah Pes di Malang

Mendirikan Indische Partij

Setelah tidak bekerja, DD memutuskan untuk pergi ke Afrika Selatan untuk ikut dalam Perang Boer II melawan Inggris.

Perang Boer adalah perang antara Kekaisaran Britania melawan penduduk Boer, bangsa keturunan Belanda di dua negara merdeka, Republik Transvaal dan Negara Bebas Oranje.

Namun, DD ditangkap dan sempat di penjara. Berikutnya dia dipulangkan ke Hindia Belanda.

Sejak saat itu, dia semakin terbuka terhadap perlakuan dan penindasan kolonial Hindia Belanda terhadap pribumi.

DD sering berkumpul dengan tokoh-tokoh pergerakan, karena rumahnya di Batavia dekat dengan STOVIA.

Saat Boedi Oetomo didirikan, DD juga menjadi salah satu berperan di dalamnya.

Namun, haluan pergerakan Boedi Oetomo terbatas hanya kepada kebudayaan Jawa, sehingga DD kurang mendapat ruang.

Tokoh Tiga Serangkaikalteng.go.id Tokoh Tiga Serangkai
Terkait haluan pergerakan Boedi Oetomo ini juga sempat dikritik oleh Cipto Mangunkusumo, dan menjadi sebab dokter itu keluar dari organisasi tersebut.

Berikutnya, DD, Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat mendirikan Indische Partij pada tahun 1912.

Ini merupakan partai politik nasionalis pertama yang menyuarakan kemerdekaan dan pembebasan wilayah Hindia (Indonesia) dari belenggu Belanda.

Indische Partij sangat populer, sehingga dalam waktu kurang dari satu tahun sudah memiliki anggota lebih dari 5000 orang.

Namun pada tahun 1913, Indische Partij dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda.

DD dan Cipto Mangunkusumo yang mengkritik pemenjaraan Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara pun turut kena imbas.

Tokoh Tiga Serangkai itu lantas dibuang ke Belanda.

Baca juga: Ksatrian Instituut: Awal Mula dan Perkembangannya

Diberi Nama Danudirja Setiabudi oleh Bung Karno

Sepulang dari pembuangan, DD terus melanjutkan perjuangan. Kali ini perjuangannya melalui sektor pendidikan dengan mendirikan Ksatrian Instituut.

Pada saat Perang Dunia II meletus, DD yang memiliki darah Jerman dicurigai sebagai pendukung Nazi dan diasingkan ke Suriname.

Di sana, dia dan orang-orang keturunan Jerman lainnya harus hidup sengsara dalam kamp. Kondisi itu dia alami sampai Perang Dunia II berakhir.

Pada pertengahan tahun 1946, DD akhirnya dipulangkan ke Belanda, lantas secara sembuny-sembunyi dia pulang ke Indonesia.

Kepulangannya harus dilakukan dengan menggunakan nama samaran.

Setibanya di Tanah Air, Presiden Soekarno memberi nama baru bagi Douwes Dekker, yaitu Danudirja Setiabudi. Danudirja dipilih agar inisial DD tetap bisa digunakan.

Berikutnya Danudirja Setiabudi sempat menjadi Menteri Negara era Kabinet Sjahrir III, serta menjadi juru runding RI dalam sejumlah perundingan dengan Belanda.

Danudirja Setiabudi meninggal dunia pada 28 Agustus 1950, dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung, Jawa Barat.

Pemerintah menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional pada 9 November 1961.

Sumber:
Kompas.com
Neliti.com

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Unair Terjunkan Bantuan Teknologi dan Tim Manajemen Bencana ke Sumatera
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau