LUMAJANG, KOMPAS.com - Para perani tebu di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, kembali harus menerima pil pahit usai janji pemerintah untuk membeli gula petani, lagi-lagi tidak ditepati.
Plt Ketua Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) PG Jatiroto Lumajang Edy Sudarsono mengatakan, awalnya pemerintah melalui Danantara menjanjikan akan melakukan pembayaran 5.500 ton gula milik petani Jatiroto pada 3 September 2025.
Namun, sampai hari ini, kata Edy, tidak ada tanda-tanda gula-gula milik petani yang tertimbun di gudang PG Jatiroto akan dibayar.
"Gak ada sama sekali pencairan sampai detik ini," kata Edy melalui sambungan telepon, Rabu (3/9/2025).
Baca juga: 9.000 Ton Gula Tebu di Lumajang Belum Laku, Petani Tak Punya Ongkos untuk Musim Tanam Berikutnya
Edy menambahkan, pihaknya mendapatkan kabar bahwa Danantara hanya akan menyerap 10.000 ton gula dari seluruh pabrik di Jawa Timur.
Jika kabar itu benar, Edy menyebut, hanya ada 500 ton gula di Jatiroto yang akan dibeli pemerintah.
Sedangkan, jumlah gula di gudang PG Jatiroto sampai hari ini berjumlah 9.000 ton.
Jumlah itu masih akan bertambah lagi pada Senin pekan depan sejumlah 2.000 ton. Artinya, akan ada 10.500 ton gula lagi yang akan menumpuk di gudang pada pekan depan.
"Tadi malah kita dapat kabar yang akan diserap hanya 10.000 ton untuk seluruh SGN, kalau ini benar maka kita hanya dapat jatah 500 ton, sedangkan jumlah kita lebih dari itu," keluh Edy.
Baca juga: Gudang PG Semboro Nyaris Overload, 10.000 Ton Gula Petani di Jember Menumpuk
Edy menyebut, menumpuknya stok gula milik petani disebabkan banyaknya gula impor yang seharusnya untuk industri malah bocor ke pasaran.
Apalagi, selisih harga gula impor itu Rp 2.000 per kilogram lebih murah dibandingkan dengan harga gula petani lokal.
Edy berharap, pemerintah punya komitmen untuk mewujudkan swasembada gula seperti yang telah dikampanyekan selama ini.
Menurutnya, swasembada gula tidak akan tercapai jika pemerintah terus menerus melakukan impor.
Sebab, saat gula petani lokal tidak terserap, tidak menutup kemungkinan para petani enggan menanam tebu lagi.
"Harusnya gak ada impor gula lagi, kita mau swasembada tapi gula kita tidak ada yang mau beli," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang