JEMBER, KOMPAS.com - Kemarau basah membuat sejumlah petani tembakau di Kabupaten Jember merugi.
Tanaman tembakau petani banyak yang rusak akibat terserang penyakit dan hampir tak bisa diselamatkan.
Pantauan Kompas.com di Kecamatan Ledokombo dan Kecamatan Sumberjambe, Jember pada Rabu (3/9/2025), banyak lahan tanaman tembakau memiliki bercak kuning. Ada yang menguning dan mengering.
Lahan tampak dibiarkan oleh pemiliknya dengan kondisi gulma rimbun memenuhi sela bedengan.
Baca juga: Petani dan Pedagang Cemas Harga Tembakau Turun di Pamekasan Akibat Aksi Unjuk Rasa
Faruq (53), petani tembakau asal Desa Sumbernangka, Kecamatan Ledokombo, mengungkapkan kekesalannya melihat tanamannya rusak.
Dugaannya, tembakau itu terserang tobacco mosaic virus (TMV), tampak dari bercak kuning yang menyebar pada daun-daunnya.
"Yang sudah rusak cepat kami cabut biar tidak nyebar ke tanaman lain," katanya sembari memanen daun tembakau yang rusak di lahannya di Desa Sumberbulus, Kecamatan Ledokombo.
Setiap kali Faruq mendapati tembakaunya terserang TMV, ia lantas melakukan aksi cepat dengan memanen lebih awal tanaman tersebut.
Hal ini dilakukan karena tanaman yang sudah terinfeksi virus tak lagi bisa disembuhkan dengan pestisida.
"Kerusakannya lebih dari 40 persen," ujar Faruq.
Menurutnya, hujan di tengah musim kemarau membuat tembakau rentan terserang penyakit dan virus.
Baca juga: Harga Tembakau di Jember Anjlok, Petani: Balik Modal Saja Sudah Syukur
Kondisi itu membuat petani harus legawa jika hasil panennya tak memuaskan dan akan rugi.
Faruq menuturkan, daun tembakau yang rusak masih bisa dijual, tetapi dengan harga yang amat rendah.
"Setengah dari harga tembakau yang sehat, dengan catatan nyortir yang benar-benar masih layak," katanya.
Faruq mengaku masih belum tahu apakah akan menjual hasil panennya nanti kepada tengkulak atau tidak. Sebab, harganya akan diambil murah, tak sebanding dengan modal.
Harga tembakau musim ini pun anjlok, rata-rata Rp 6.400 per kilogram. Padahal, tahun sebelumnya bisa mencapai Rp 8.500 per kilogram.
"Ini masih mau ditelateni sendiri (mengolah)," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang