BANGKALAN, KOMPAS.com - Dinding kamar di lantai dua Yayasan Panti Sosial Darunnajah, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, menjadi saksi bisu tangisan Dafa dan Syafa usai ditinggal ibunya.
Sejak usia sang adik, Syafa baru menginjak 5 tahun, kehidupan kedua bocah ini berubah. Ibunya membawa mereka ke panti sosial.
Kondisi perekonomian keluarga Syafa memburuk setelah ayahnya meninggal dunia, sedangkan ibunya terlilit utang, hingga memaksanya harus bekerja ke luar kota.
Meski keluarga ayahnya masih ada di sekitar yayasan, ibunya memilih menitipkan dua anak itu di panti asuhan.
Baca juga: Cerita Riris, Menangis Tak Henti Saat Ditinggal Ibu di Panti Asuhan, Kini Jadi Juara Kelas
Sang ibu membiarkan kakak beradik yang kini berusia 7 dan 9 tahun itu berjuang dengan lingkungan baru tanpa sentuhannya.
Seperti anak kecil kebanyakan, Dafa dan Syafa terus menangis setelah perpisahan dengan ibunya di rumah panti. Tubuh ibunya perlahan menjauh dan hilang dari pandangan dua anak kecil itu.
"Selayaknya anak kecil ya, mereka menangis waktu awal dititipkan di sini," ucap salah satu pendiri Yayasan Panti Sosial Darunnajah, Husnul Hotimah, Sabtu (26/7/2025).
Pengurus yayasan lalu bergantian menemani Dafa dan Syafa yang selalu menanyakan kepergian ibunya. Tak hanya sekali dua kali, anak kecil itu terus bertanya kapan ibunya akan kembali menjemput.
Beruntung, banyaknya anak asuh di panti itu membuat Dafa dan Syafa mulai beradaptasi. Ingatan tentang ibunya perlahan mulai teralihkan.
Puluhan teman baru mengajak Dafa dan Syafa bermain. Tangisan anak-anak itu pun akhirnya berangsur mengering.
Baca juga: Mata Mamat Berkaca-kaca, Sebut Hidup di Panti demi Bisa Merawat Ibunya Kelak
Dua anak itu mulai hidup mandiri di yayasan. Mereka mulai terbiasa makan di piringnya masing-masing, tidak lagi disuapi ibunya. Belajar tidur dalam selimut, tanpa dekapan ibunya.
Sejak saat itu, seluruh kebutuhan Dafa dan Syafa ditanggung oleh yayasan. Bahkan, untuk kebutuhan pakaian, jajan, hingga kebutuhan sekolah, tak sedikit menggunakan uang pribadi Ketua Yayasan, Silvia Andiani.
"Di sini kami rawat mereka seperti anak lainnya. Berpakaian bagus, rapi, dan untuk sekolah juga kami belikan seragam, tas, dan sepatu yang layak. Kami tidak mau anak-anak di sini terlihat rembhes, karena kami sayang mereka seperti anak sendiri," ungkap dia.
Hari demi hari harus dilewati dua kakak beradik itu tanpa sosok ibunya. Di tahun-tahun awal, ibunya sesekali menghubungi pengasuh yayasan untuk mencari tahu kabar dua anak-anaknya.
"Anak-anak ini sangat aktif. Apalagi kakaknya itu, senang sekali dia main layangan. Ini tadi setelah sekolah madrasah langsung main layangan di lapangan. Kalau adiknya barusan tidur karena capek sekolah dan bermain," tutur Husnul Hotimah.
Baca juga: Cerita Pengasuh Panti Asuhan Rajut Harapan Anak-anak Korban Kekerasan