SUMENEP, KOMPAS.com - Setelah memanggul galon air, Jaiwan Zakariya dan M Yusuf Al Afandi menyiram halaman Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Jawa Timur, Kamis (5/6/2025).
Zakariya dan Yusuf merupakan dua dari puluhan mahasiswa pecinta alam yang menggelar aksi bisu di Kantor Pemkab Sumenep.
Aksi ini dilakukan sebagai simbol kritik moral terhadap lambannya penanganan banjir yang terus berulang dari tahun ke tahun di sejumlah wilayah Kabupaten Sumenep.
Baca juga: Bertahun-tahun Banjir Rob di Kepulauan Sumenep, Warga Bertahan Tanpa Bantuan Pemerintah
Sebelum menyiram halaman Kantor pemkab, Zakariya, Yusuf, dan para mahasiswa lainnya menutup mulut mereka dengan masker sebagai simbol bisu.
Tidak seperti demonstrasi pada umumnya, aksi ini berlangsung tanpa orasi. Tak ada teriakan, kata-kata kasar, atau tindakan yang memancing kericuhan.
"Ketika masyarakat menderita setiap kali hujan datang, kantor-kantor pemerintahan tetap berdiri kering tanpa empati," kata Zakariya kepada Kompas.com.
Dari data yang dihimpun oleh para mahasiswa pecinta alam, bencana banjir yang terjadi secara berulang telah melanda sejumlah desa di Kabupaten Sumenep.
Selama ini, banjir tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga secara serius mengganggu aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat.
"Sayangnya, hingga hari ini belum terlihat keseriusan konkret dari Pemerintah Kabupaten Sumenep dalam mengupayakan solusi jangka panjang maupun penanganan teknis yang terukur dan terjadwal," katanya.
Baca juga: Polisi dan Nelayan Beda Versi soal 3 Kg Sabu di Laut Masalembu Sumenep
Dalam aksi bisu ini, para mahasiswa pencinta alam menyampaikan tiga tuntutan.
Pertama, mereka meminta penjelasan teknis secara terbuka mengenai rencana penanganan banjir.
Kedua, para mahasiswa meminta pemerintah menetapkan tenggat waktu yang jelas, realistis, dan dapat diawasi oleh publik untuk pelaksanaan solusi banjir tersebut.
Ketiga, para mahasiswa meminta Pemkab Sumenep memberikan komitmen tertulis bahwa pemerintah tidak akan lagi mengabaikan aspirasi masyarakat terkait isu bencana lingkungan.
Setelah aksi, Kepala Bidang Sumber Daya Air (Kabid SDA) Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sumenep, Hendri Hartono menyampaikan bahwa penyebab banjir di Desa Nambakor, Kecamatan Saronggi, dan Desa Patean, Kecamatan Batuan, adalah tanggul sungai yang jebol.
Pemkab Sumenep mengklaim telah mengambil inisiatif untuk menutup tanggul yang jebol tersebut.
Namun, hingga kini belum ada rencana pengerukan atau pelebaran sungai, karena kewenangan tersebut berada di tangan Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
"Yang dilakukan baru sebatas perbaikan tanggul, belum sampai pada pengerukan atau pelebaran sungai," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang