LUMAJANG, KOMPAS.com - Menunaikan ibadah haji di Mekkah dan Madinah menjadi impian setiap umat Muslim di dunia. Termasuk bagi Syaifudin (75), kakek tukang becak yang merupakan warga Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Meski hanya bekerja sebagai tukang becak, Kakek Syaifudin tidak pernah sekalipun melupakan mimpinya untuk pergi ke Baitullah.
Sejak 1978, ia mengumpulkan sedikit demi sedikit hasil keringatnya dari mengayuh becak untuk mewujudkan impiannya itu.
Baca juga: Menunggu Belasan Tahun, Maryam Siap Berangkat Haji Bersama 493 Warga Polewali Mandar
Pundi-pundi rupiah yang dikumpulkannya itu diikutkan arisan.
Begitu mendapatkan giliran arisan, uang itu langsung dibawa Syaifudin ke bank untuk ditabung.
Sampai pada tahun 2012, uang tabungannya mencapai Rp 50 juta.
Baca juga: Duduk Perkara Jembatan Haji Endang: 15 Tahun Berdiri, Kini Terancam Ditutup!
Saat itu, tanpa pikir panjang lagi, ia langsung mendaftar haji bersama istri tercintanya, Sofiah.
Kala itu, untuk bisa memesan satu kursi saja, diperlukan uang muka setidaknya Rp 25 juta.
"Sejak tahun 1978 sudah ada niatan terus nabung-nabung, nabungnya itu melalui arisan, nanti kalau sudah dapat dibawa ke bank, nabung lagi sampai bisa daftar tahun 2012," kata Syaifudin di rumahnya, Rabu (30/4/2025).
Cobaan Syaifudin untuk melangsungkan rukun Islam ke-5 tidak berhenti sampai di sini.
Ia yang harus membayar biaya pelunasan agar bisa berangkat tahun ini, dihadapkan dengan situasi keuangan yang lesu.
Menurut Syaifudin, sejak 2014, pendapatannya dari menarik becak sudah menurun drastis.
Selain karena tenaganya yang sudah mulai berkurang dimakan usia, pelanggannya sedikit demi sedikit mulai beralih menggunakan kendaraan pribadi hingga ojek online.
Di tengah kebingungannya, ia memutuskan untuk mengumpulkan empat orang anaknya.
Keikhlasan Syaifudin dan istri dalam merawat anak-anaknya sejak kecil menjadikan mereka sebagai putra dan putri yang berbakti.