Salin Artikel

Kisah Syaifudin, 47 Tahun Kumpulkan Uang Hasil Becak demi Berangkat Haji

LUMAJANG, KOMPAS.com - Menunaikan ibadah haji di Mekkah dan Madinah menjadi impian setiap umat Muslim di dunia. Termasuk bagi Syaifudin (75), kakek tukang becak yang merupakan warga Kelurahan Citrodiwangsan, Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Meski hanya bekerja sebagai tukang becak, Kakek Syaifudin tidak pernah sekalipun melupakan mimpinya untuk pergi ke Baitullah.

Sejak 1978, ia mengumpulkan sedikit demi sedikit hasil keringatnya dari mengayuh becak untuk mewujudkan impiannya itu.

Pundi-pundi rupiah yang dikumpulkannya itu diikutkan arisan.

Begitu mendapatkan giliran arisan, uang itu langsung dibawa Syaifudin ke bank untuk ditabung.

Sampai pada tahun 2012, uang tabungannya mencapai Rp 50 juta.

Saat itu, tanpa pikir panjang lagi, ia langsung mendaftar haji bersama istri tercintanya, Sofiah.

Kala itu, untuk bisa memesan satu kursi saja, diperlukan uang muka setidaknya Rp 25 juta.

"Sejak tahun 1978 sudah ada niatan terus nabung-nabung, nabungnya itu melalui arisan, nanti kalau sudah dapat dibawa ke bank, nabung lagi sampai bisa daftar tahun 2012," kata Syaifudin di rumahnya, Rabu (30/4/2025).

Cobaan Syaifudin untuk melangsungkan rukun Islam ke-5 tidak berhenti sampai di sini.

Ia yang harus membayar biaya pelunasan agar bisa berangkat tahun ini, dihadapkan dengan situasi keuangan yang lesu.

Menurut Syaifudin, sejak 2014, pendapatannya dari menarik becak sudah menurun drastis.

Selain karena tenaganya yang sudah mulai berkurang dimakan usia, pelanggannya sedikit demi sedikit mulai beralih menggunakan kendaraan pribadi hingga ojek online.

Di tengah kebingungannya, ia memutuskan untuk mengumpulkan empat orang anaknya.

Keikhlasan Syaifudin dan istri dalam merawat anak-anaknya sejak kecil menjadikan mereka sebagai putra dan putri yang berbakti.

Keempat buah hati Syaifudin ini patungan menyiapkan biaya pelunasan agar kedua orangtuanya bisa menggapai impiannya melaksanakan rukun Islam ke-5.

Padahal, biaya yang harus dikeluarkan tidak sedikit.

Biaya untuk haji tahun ini mencapai Rp 89 juta per orang.

"Waktu mau pelunasan itu kan banyak, dan saya enggak punya uang, anak saya kumpulkan patungan untuk pelunasan, ya sampai akhirnya tinggal berangkat saja," ceritanya.

Semangat kakek yang sudah mulai kesulitan berjalan ini patut dijadikan teladan untuk generasi-generasi selanjutnya dalam menggapai mimpinya.

Meski cukup kesulitan berjalan saat prosesi manasik haji, Syaifudin yakin, Allah akan memberikan jalan kemudahan untuk dirinya dan istri dalam menjalankan ibadah nanti.

"Namanya rukun Islam itu kan yang kelima haji bagi yang mampu, jadi saya berusaha agar mampu, nanti di sana pasti dibantu sama Allah," pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/04/30/111145278/kisah-syaifudin-47-tahun-kumpulkan-uang-hasil-becak-demi-berangkat-haji

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com