SURABAYA, KOMPAS.com - Sehari menjelang perayaan Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili, warga Tionghoa biasanya akan membuka altar untuk menjalankan sembahyangan leluhur.
Hal ini dilakukan dengan menyajikan sejumlah sesajen yang bertujuan untuk menghormati dan mendoakan para leluhur.
Suk Doni tetua di Kampung Pecinan, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (28/1/2025) mengatakan, setiap makanan yang disajikan dalam sembahyangan memiliki beragam makna dan filosofi di baliknya.
Misalnya manisan yang terdiri dari buah kesemek kering, kelengkeng, gula batu, angco atau kurma merah cina, dan tangkua atau gula kundur yang melambangkan lima elemen.
Baca juga: Mengenal 3 Macam Sembahyang Leluhur Masyarakat Tionghoa
Yang terdiri dari jīn yakni emas atau logam, mu yaitu kayu, shui yaitu air, huo yaitu api, dan tu yaitu tanah.
“Kelima elemen tersebut kita eprsembahkan untuk para dewa agar kehidupan alam semesta ini selalu dijaga,” ungkap Suk Doni.
Dia menuturkan, untuk leluhur yang sudah lama meninggal akan disajikan mie. Sedangkan, untuk leluhur yang meninggalnya belum lama, tidak boleh menikmati persembahan mie karena takut akan digerogoti cacing.
“Jadi setiap leluhur ada batas dan tempatnya yang berbeda. Kalau yang meninggalnya sudah cukup lama, derajatnya juga akan lebih tinggi,” kata Suk Doni.
Baca juga: Imlek di Blitar Dirayakan di Ruko Sejak Kelenteng Poo An Kiong Terbakar 4 Tahun Lalu
Uang-uangan kimcoa untuk dewa dan mucoa untuk leluhur dalam sesajen sembahyangan leluhur sehari menjelang imlek, Selasa (28/1/2025).“Tapi buah ini juga berbeda-beda setiap rumah. Kadang tergantung juga leluhurnya suka buah apa, itu yang disajikan,” tutur dia.
Tak ketinggalan, kue ranjang yang dimaknai agar mendatangkan rezeki sekeranjang, serta tekstur lengketnya disimbolkan agar kehidupan dalam keluarga terus “lengket” atau bersatu dan hidup rukun.
“Supaya leluhur di atas sana kalau melihat anak cucunya hidup rukun jadinya senang,” ucap dia.
Baca juga: Jelang Ibadah Imlek, Polisi di Kota Malang Sterilisasi Kelenteng Eng An Kiong
Dalam sesajen menjelang Hari Raya Imlek, terdapat beberapa sajian yang dipersembahkan khusus untuk dewa dan khusus untuk leluhur.
Dalam sesajen tersebut, terdapat beberapa sajian yang dipersembahkan khusus untuk dewa dan khusus untuk leluhur.
Contohnya nasi, kopi, rokok, dan babi yang dipersembahkan untuk leluhur. Sementara, hidangan seperti arak, teh, kue mangkok, bakpao, dan sayur dipersembahkan untuk dewa.
“Jumlah nasi dan gelasnya ini juga disesuaikan dengan berapa jumlah leluhur yang meninggal. Kalau saya karena ada tujuh orang jadi disajikannya ada tujuh,” ujar Suk Doni.
Ada pula uang-uangan yang yang terdiri dari dua macam. Pertama, kimcoa berarti uang yang ditujukan untuk dewa dan mucoa berarti uang yang ditujukan untuk leluhur.
”Banyaknya kimcoa atau mucoa ini tidak ada batasan. Tergantung setiap orang mampu membeli berapa banyak,” tutur dia.
Sebelum matahari terbenam, sesajen tersebut tidak boleh langsung dibereskan. Namun, akan dibakar terlebih dahulu bersama dengan berbagai hidangan tersebut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang