Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tutup Mulut Santriwati yang Dicabulinya, Kiai di Nganjuk "Ojo Ngomong Sopo-sopo"

Kompas.com, 17 Januari 2025, 17:33 WIB
Usman Hadi ,
Icha Rastika

Tim Redaksi

NGANJUK, KOMPAS.com – Kasatreskrim Polres Nganjuk AKP Julkifli Sinaga menyampaikan, MA (54), salah satu kiai di Kecamatan Ngronggot, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur yang diduga mencabuli empat santriwatinya diduga pedofilia, yakni memiliki kelainan seksual yang menjadikan anak-anak sebagai obyek seksual.

“Untuk motifnya sendiri menurut pengakuan dari pelaku (MA) murni atas dasar keinginan hawa nafsu ya,” ujar Julkifli kepada wartawan di Nganjuk, Kamis (16/1/2025).

Julkifli menyampaikan, berdasarkan keterangan MA ke penyidik Satreskrim Polres Nganjuk, yang bersangkutan mengaku melakukan tindakan tak senonoh ke empat santriwatinya.

Namun, MA membantah bahwa aksinya sampai mengarah ke hubungan seksual.

Baca juga: Kiai yang Mencabuli Santrinya di Nganjuk Diduga Mengidap Pedofilia

Menurut dia, MA mendatangi korban yang berada di kamar santriwati. Di kamar santriwati itulah yang bersangkutan melakukan tindakan yang tak senonoh.

Selesai melakukan perbuatan tersebut, MA meminta korban untuk tutup mulut, atau tidak menceritakan apa yang dialami ke siapa pun.

“Setiap kali melakukan perbuatan, yang disampaikan pelaku (ke santriwati) jangan kasih tahu siapa-siapa, ojo ngomong sopo-sopo ya,” ujar Julkifli. 

Kendati demikian, tidak ada imbalan atau iming-iming yang diberikan pelaku kepada korban.

Menurut Julkifli, aksi cabul itu dilakukan MA ke empat santriwatinya sejak lama.

Sementara itu, salah satu korban, FR mengaku terakhir kali mendapat perlakukan tak senonoh pada bulan Juni 2024.

“Untuk korban yang lain sementara kita belum bisa mintai keterangan, karena posisinya ada yang di luar kota,” katanya.

Baca juga: Santriwati Korban Kiai Cabul di Nganjuk Lebih dari 2 Orang

Kini, MA telah diamankan di Polres Nganjuk. Ia bakal dijerat dengan Pasal 82 Ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Untuk ancaman hukumannya minimal lima tahun, maksimal 12 tahun,” ucap Julkifli.

Diberitakan sebelumnya, kasus pencabulan ini terungkap setelah muncul posting-an yang diunggah di Facebook dan menyebut MA telah mencabuli dua santriwatinya.

Dalam posting-an tersebut, disebutkan bahwa jumlah korban dua orang kakak beradik. Sang kakak baru lulus sekolah dasar (SD), sedangkan si adik baru menginjak kelas 3 SD.

Menindaklanjuti postingan viral tersebut, warga lantas dikumpulkan di balai desa setempat pada Selasa (14/1/2025) sore.

Tujuannya, mengumpulkan informasi yang lebih detail mengenai kasus tersebut.

Hingga akhirnya pada Selasa (14/1/2025) malam, MA mendatangi Mapolres Nganjuk untuk menyerahkan diri ke polisi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Pemkot Surabaya Bakal Gelar Acara Galang Dana untuk Korban Banjir Sumatera
Surabaya
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
Surabaya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau