KOMPAS.com - Pakar pendidikan mendukung langkah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbut Ristek) yang menghapus jurusan IPA, IPS dan Bahasa di tingkat SMA.
Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Muchlas Samani mengatakan, langkah itu sama seperti yang diungkapkan Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara.
"Ki Hajar Dewantara itu pernah memberi metafor, kalau mau jagung ya jangan menanam padi," kata Muchlas, ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (19/7/2024).
Baca juga: Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa Dihapus, Ini Mapel yang Dipelajari Siswa
"Sebenarnya penjurusan di SMA itu tidak tajam dan tidak pas. Kalau negara lain kelas 11 itu sudah memutuskan akan ke mana, contohnya pengen akuntan dia bisa milih mata pelajaran apa saja," tambahnya.
Muchlas menyebut, sistem dengan tujuan mengerucutkan kebutuhan siswa itu seharusnya sudah diterapkan di bangku SMP. Dengan demikian, murid sudah mengetahui ketrampilanya dari awal.
"Ide dasarnya cocok (diterapkan di Indonesia), sebenarnya anak itu mulai SMP mulai di tumbuhkan bakatmu ke mana. Kemudian nanti guru ikut mengarahkan," jelasnya.
Oleh karena itu, kata dia, pemerintah seharusnya sudah membuat sistem pendidikan yang lebih mengerucut. Yakni membebaskan anak memilih SMA atau tidak.
"Kalau negara maju, yang bekerja tidak perlu SMA, tapi yang masuk SMA hanya yang mau kuliah. Makanya disuruh untuk memutuskan kuliah jurusan apa, sehingga bisa terfokus," ujarnya.
Kemudian, lanjut Muchlas, pemerintah hanya tinggal mensosialisasikan program tersebut ke masyarakat dengan baik. Agar nantinya tidak ada kesalahpahaman antara wali murid dengan sekolah.
"Perlu sosialisasi yang bagus, para guru dipahamkan maunya bagaimana, anak didorong untuk kesadaran diri. Dengan begitu sejak awal anak memperlajari sesuatu yang cocok," ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo, mengatakan penghapusan itu sengaja dilakukan.
Sebab selama ini penjurusan seperti itu cenderung mencerminkan ketidakadilan karena rata-rata orang tua akan memilih memasukkan anaknya ke jurusan IPA.
"Salah satunya itu (karena orang tua rata-rata memilihkan anaknya masuk IPA). Kalau kita jurusan IPA kita bisa memilih jurusan lain," kata Anindito ketika berbicang dengan Kompas.com, Senin (15/7/2024).
Baca juga: Penghapusan Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa: Menggali Potensi Peserta Didik
Oleh sebab itu, kata Anindito jurusan tersebut dihapuskan dan digantikan dengan sistem pemilihan pelajaran sesuai minat siswa.
Hal itu tertuang dalam aturan di Kurikulum Merdeka yang fokus mengembangkan minat dan bakat sampai kelas 10 lalu melakukan pemilihan pada kelas 11.
"Baru kelas 11-12 mata pelajaran yang sesuai dengan bakat minat. Kita sediakan asesmen bakat minat," ujarnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang