BOJONEGORO, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri Bojonegoro terus melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan mobil siaga desa dengan memanggil puluhan kepala desa.
Pada Selasa (28/5/2024), giliran kepala desa di Kecamatan Kedungadem yang dimintai keterangan perihal dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) pengadaan mobil siaga desa.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Aditya Sulaiman mengatakan, dari 22 orang kepala desa yang dipanggil untuk dimintai keterangan, hanya 19 kepala desa yang hadir.
Baca juga: Video Kapolsek di Bojonegoro Dipergoki Anak dan Istri Saat Selingkuh, Kapolres: Kami Cek
Sisanya, sebanyak 3 kepala desa tidak memenuhi panggilan penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri Bojonegoro dengan berbagai macam alasan.
Dua orang kepala desa tidak bisa hadir karena beralasan sakit, sedangkan satu orang kepala desa sedang melaksanakan ibadah haji.
"Ada kepala desa yang sudah datang ke kejaksaan. Tapi balik dengan alasan sakit jantungnya kambuh," kata Aditya Sulaiman dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (29/5/2024).
Baca juga: Suami Kecanduan Judi Online, 179 Wanita di Bojonegoro Gugat Cerai
Aditya Sulaiman mengaku lupa kepala desa mana saja yang beralasan sakit dan tidak memenuhi panggilan penyidik.
Sejauh ini, pihak kejaksaan sendiri telah memeriksa ratusan kepala desa yang menerima dana Bantuan Keuangan Khusus Pemkab Bojonegoro untuk pengadaan mobil siaga desa.
"Dari total 384 kepala desa, masih tersisa sekitar 200 kepala desa yang belum dilakukan pemeriksaan," ungkapnya.
Menurutnya, upaya penyidikan masih terus berjalan dan hingga saat ini sudah terkumpul sekitar Rp 1,8 miliar uang "cashback" pembelian mobil siaga desa yang dikembalikan oleh para kepala desa.
"Untuk uang cashback yang dikembalikan oleh para kepala desa hampir mencapai Rp 1,8 miliar rupiah," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Bojonegoro menemukan dugaan adanya penyimpangan dalam proses penganggaran dan pembelian mobil siaga desa jenis APV GX dan Luxio secara off the road.
Harga yang ditetapkan untuk pembelian off the road mobil jenis APV itu sendiri sesuai faktur pembeliannya sebesar Rp 114 juta dari nilai kontrak sebesar Rp 242 juta.
Sehingga, ada selisih harga sebesar Rp 128 juta yang digunakan untuk mengurus surat menyurat dari pengadaan mobil tersebut.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang