Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapi RUU Penyiaran, Akademisi Unmuh Jember: Jurnalisme Investigasi Harus Dijamin Kebebasannya

Kompas.com, 15 Mei 2024, 17:30 WIB
Bagus Supriadi,
Pythag Kurniati

Tim Redaksi

JEMBER, KOMPAS.com - Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, Suyono mengkritisi soal Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang tengah digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Dia menyebut salah satu pasal krusial adalah Pasal 50 B Ayat (2) RUU Penyiaran yang dianggap bertentangan dengan semangat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Baca juga: Dewan Pers Tolak Revisi UU Penyiaran karena Melarang Media Investigasi

Ada risiko larangan untuk menyiarkan konten eksklusif jurnalisme investigasi. Padahal menurutnya, jurnalisme investigasi harus mendapatkan jaminan kebebasannya.

"Terlepas dari perdebatan bentuk medianya, yang jelas jurnalisme investigasi merupakan produk pers, yang harus dijamin kebebasannya," ungkap Suyono dalam keterangan tertulis, Rabu (15/5/2024).

Baca juga: Komentari RUU Penyiaran, Mahfud: Keblinger, Masak Media Tak Boleh Investigasi?

Dia menilai pasal tersebut tampak seperti sebuah reaksi “penguasa” untuk membatasi aktivitas jurnalisme yang dikembangkan para jurnalis media, melalui siaran podcast dengan memanfaatkan media baru (new media), melalui platform media sosial.

Pelibatan pihak lain

Suyono berpendapat DPR RI seharusnya merupakan representasi kedaulatan rakyat yang menyuarakan kepentingan rakyat yang diwakili.

"Tapi pada praktiknya, DPR RI selama ini lebih banyak menyuarakan kepentingan “pemerintah” untuk melindungi kekuasaan atau keberlangsungan penguasa dan kepentingan kelompok elit lainnya," kata Suyono.

Menurut dia, hal itu tercermin dari sikap dan tindakan DPR RI, yang tampak selalu reaktif menyikapi setiap perkembangan.

Baca juga: Draf RUU Penyiaran: Eksploitasi Anak di Bawah 18 Tahun untuk Iklan Dilarang

Terutama perkembangan media yang bertransformasi dengan cepat seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Sikap anggota dewan seperti ini, kata dia, tentu bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menyebutkan bahwa penyusunan sebuah regulasi baru harus melibatkan partisipasi publik.

Sementara, sejumlah pakar media, dan lembaga media, termasuk Dewan Pers, mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan draf revisi RUU Penyiaran, baik dalam proses dengar pendapat, maupun proses pembahasan lainnya.

Dia menilai draf revisi RUU Penyiaran, tidak merujuk UU Nomor 40/1999 tentang Pers dan juga Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), sebagai konsideran dalam pembahasan RUU Penyiaran tersebut.

"Wajar kalau draf RUU Penyiaran  yang tengah dibahas Badan Legislatif DPR RI, sempat menimbulkan kontroversi, karena ada beberapa pasal yang dinilai kalangan media, berpotensi memberangus kebebasan pers, dan tentunya bertentangan dengan semangat yang tercermin dalam UUD 1945," terang dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Lokomotif Kereta Kertanegara Mogok di Kediri, Perjalanan Molor 151 Menit
Surabaya
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
BMKG Prediksi Cuaca Ekstrem di Surabaya dan 38 Kota/Kabupaten di Jawa Timur Mulai 11–20 Desember 2025
Surabaya
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Detik-detik Copet Beraksi di Stasiun Gubeng, KAI: Wajah Pelaku Sudah Teridentifikasi
Surabaya
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Ajak Warga Jatim Tanam Pohon, Khofifah: Paling Tidak Tiap Ulang Tahun
Surabaya
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
PTPN Sebut Warga Berstatus Karyawan BUMN di KTP adalah Pekerja Borongan
Surabaya
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Banjir Lahar Semeru, Batu Besar Tutupi Jembatan Limpas, Akses 3 Dusun di Lumajang Terputus
Surabaya
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Alasan Kejari Situbondo Tuntut Kakek Pemikat Cendet 2 Tahun Penjara
Surabaya
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Infrastruktur di Lumajang yang Rusak akibat Banjir Lahar Diperbaiki dengan Skema Patungan
Surabaya
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
SEA Games 2025, Atlet Petanque Asal Kota Pasuruan Sumbang Medali Perunggu
Surabaya
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
131 Jukir Liar di Surabaya Ditangkap Sepanjang 2025
Surabaya
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Gubernur Khofifah: Gula Merah Lumajang Bisa Dijual ke Pasar Internasional
Surabaya
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Mahasiswa Terdampak Bencana Sumatera, UTM Bebaskan UKT hingga Semester 8
Surabaya
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Curhat Kurir Paket di Banyuwangi, Kena Omel gara-gara Order Palsu
Surabaya
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Khofifah Tinjau Pembangunan 2 Jembatan yang Ambruk di Lumajang, Pastikan Rampung 31 Desember
Surabaya
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Antre 3 Jam di Pasar Murah Pemprov Jatim di Lumajang, Warga Pulang Tangan Kosong
Surabaya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau