MALANG, KOMPAS.com - Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen memvonis M. Tamyis Al Faruq, salah satu pengasuh pondok pesantren (Ponpes) di Desa Tangkilsari, Tajinan, Kabupaten Malang dengan hukuman 15 tahun penjara usai melakukan pelecehan seksual kepada beberapa orang santrinya.
Vonis tersebut disampaikan majelis hakim yang diketuai oleh Jimmi Hendrik Tanjung dalam agenda sidang putusan di Pengadilan Negeri Kepanjen, Senin (8/1/2024).
Baca juga: 17 Santri Ponpes di Blitar Ditetapkan Tersangka Usai Keroyok Rekan sampai Meninggal
Dalam amar putusannya, Jimmi menyatakan bahwa M. Tamyis terbukti bersalah dan meyakinkan telah melakukan pelecehan seksual.
Selain pidana penjara selama 15 tahun, pengasuh ponpes itu juga dijatuhi denda Rp 1 miliar.
"Apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," kata Jimmi menyampaikan amar putusan, Senin (8/1/2024).
Baca juga: Kisah Santri di Blitar Dikeroyok 17 Teman hingga Koma lalu Meninggal
Vonis tersebut diketahui sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), sesuai Pasal 82 Ayat (2) jo. Pasal 76 huruf E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 65 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam surat dakwaan alternatif kedua.
Advokat YLBHI-LBH Pos Malang selaku kuasa hukum korban, Tri Eva Oktaviani berterima kasih atas vonis hakim. Baginya, hukuman yang diberikan itu adalah angin segar atas kasus hukum pelecehan seksual.
"Kami sepakat pelecehan seksual kepada anak-anak ini mengancam masa depan pendidikannya. Apalagi, saat ini para korban masih mengalami gangguan psikologis," ungkapnya saat ditemui, Senin (8/1/2024).
Baca juga: Terapis Diduga Bunuh dan Mutilasi Pasien di Malang, 3 Potongan Tubuh Ditemukan Dekat Kos Pelaku
"Kami berkomitmen untuk terus melakukan pendampingan apabila terdakwa melakukan upaya banding, bahkan sampai ke proses kasasi," jelasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum terdakwa, MS Alhaidary mengaku bahwa pihaknya akan melakukan upaya banding atas vonis hakim.
Ia menilai perkara itu sejak awal cacat. Salah satunya dalam perkara tersebut tidak ada satupun barang bukti.
"Kita semua sepakat bahwa pelecehan seksual adalah kejahatan serius. Tapi jangan digunakan untuk menjatuhkan orang lain. Oleh karena itu kami akan melakukan banding," terangnya.
Baca juga: Prakiraan Cuaca di Malang Hari Ini, 6 Januari 2024: Pagi Cerah Berawan dan Sore Hujan Petir
Sebelumnya diberitakan, Tamyis dilaporkan oleh santrinya.
Dia diduga melakukan pelecehan seksual kepada sedikitnya enam orang santri sejak tahun 2020.
Lima orang korban yang masih berusia 17 tahun kemudian melaporkannya ke polisi pada 23 Juni 2022.
Dari keenam korban tersebut, hanya lima orang yang berani melapor ke kepolisian. Sedangkan korban lain diduga tidak berani melapor.
Tamyis diduga mencium bibir dan meraba area sensitif santrinya. Dia sempat ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Malang sejak 14 April 2023 lalu atas dugaan pelecehan kepada beberapa santrinya.
Penetapan sebagai DPO itu sebagai langkah terakhir polisi, sebab upaya pemeriksaan kepada Tamyis menemukan jalan buntu, lantaran pihaknya selalu mangkir dari panggilan polisi, bahkan tidak berada di kediamannya saat dilakukan penjemputan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.