SURABAYA, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya telah menerima hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel sisa makanan dan minuman yang dikonsumsi 71 warga Kalilom Lor Indah GG Seruni II, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Surabaya.
Ke-71 orang tersebut mengalami keracunan pada Jumat (30/6/2023), sebagian besar sempat menjalani perawatan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina menyampaikan, pihaknya telah mengantongi hasil laboratorium dugaan keracunan makanan dari Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Surabaya.
Sampel yang diperiksa diambil dari sate daging, gulai daging, krengsengan daging, dan air mineral.
Sebanyak tiga sampel sisa makanan, di antaranya sate daging, gulai daging dan krengsengan daging telah melalui pemeriksaan mikrobiologi dengan menggunakan metode biakan konvensional dan menunjukkan bahwa positif bakteri Salmonella sp.
Baca juga: 71 Warga Surabaya Keracunan Usai Makan Daging Kurban, 26 di Antaranya Rawat Inap
"(Hasil laboratorium) daging yang digunakan untuk memasak sate, gulai daging dan krengsengan mengandung bakteri salmonella sp. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh daging yang diolah kurang dicuci bersih dan dimasak kurang matang," kata Nanik di Surabaya, Kamis (6/7/2023).
Nanik menjelaskan, salmonella merupakan kelompok bakteri pemicu diare dan infeksi di saluran usus manusia, serta sering menyebabkan keracunan makanan.
Bakteri ini dapat hidup di saluran usus hewan yang ditularkan ke manusia melalui makanan yang terkontaminasi kotoran hewan. Selain itu, konsumsi makanan yang kurang matang dan tidak dicuci juga dapat meningkatkan risiko terkontaminasi.
"Masa inkubasi bakteri salmonella sp adalah 6 hingga 72 jam. Hal ini sejalan dengan hasil penyelidikan epidemiologi oleh Tim Dinkes Kota Surabaya bahwa sebagian besar kasus mengalami gejala awal pada jam ke 9 hingga 10 jam setelah menyantap hidangan yang disajikan," ujar dia.
Gejala yang ditimbulkan pada kasus keracunan ini, lanjut Nanik, yakni diare sebanyak 20,80 persen, panas sebanyak 17,20 persen, pusing sebanyak 17,20 persen, mual sebanyak 16,00 persen, lemas sebanyak 15,20 persen, dan muntah sebanyak 13,20 persen.
"Gejala-gejala tersebut merupakan beberapa gejala yang mengindikasikan seseorang terinfeksi bakteri salmonella sp," kata dia.
Pada upaya pencegahan yang dapat dilakukan, Nanik menerangkan, untuk bahan pangan yang berasal dari olahan makanan dari hewan kurban, proses penyembelihan harus dipastikan telah dilakukan secara higienis.
Mengingat daging mempunyai kandungan protein dan mudah membusuk sehingga harus segera didistribusikan dan tidak lebih dari dua jam, serta diolah atau disimpan di kulkas untuk mempertahankan kualitasnya. Namun, jika masih akan disimpan, daging tidak perlu dicuci.
Antara daging sapi dan kambing berbeda waktu penanganannya. Daging kambing lebih mudah rusak dibandingkan dengan daging sapi.
Baca juga: 71 Warga Surabaya Diduga Keracunan Daging Kurban, BBLK Teliti 4 Sampel Makanan
"Kambing dengan kandungan protein lebih tinggi bisa bertahan kurang dari 6 jam dalam suhu ruangan, sehingga jika lebih dari 6-10 jam maka daging cenderung sudah rusak. Sehingga daging sapi dan kambing tidak boleh dicampur,” terangnya.