KOMPAS.com - Masyarakat di Jawa Timur termasuk yang berada di Surabaya mengenal tradisi syawalan yang disebut sebagai lebaran ketupat.
Di beberapa daerah, tradisi lebaran ketupat memiliki sebutan lain yaitu bakda kupat atau riyoyo kupat.
Baca juga: Sejumlah Tradisi Lebaran Ketupat dari Berbagai Daerah di Indonesia
Tradisi di bulan syawal ini tidak lepas dari perayaan Idul Fitri yang jatuh pada setiap tanggal 1 Syawal pada penanggalan Hijriyah.
Hanya saja jatuhnya lebaran ketupat tidak bersamaan dengan perayaan Idul Fitri, melainkan pada tanggal 8 Syawal atau seminggu setelah lebaran.
Baca juga: Sejarah Tradisi Beli Baju Baru Jelang Lebaran, Dimulai sejak Kapan?
Dilansir dari laman Antara, sebutan lebaran ketupat tidak lepas dari filosofi ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa.
Masyarakat Jawa percaya bahwa ketupat atau kupat memiliki makna ‘ngaku lepat’ yang berarti mengakui kesalahan, dan ‘laku papat’ yang berarti empat tindakan.
Baca juga: Grebeg Syawal, Tradisi Lebaran di Keraton Yogyakarta: Sejarah, Jumlah Gunungan, dan Pelaksanaan
Dilansir dari laman NU Online, asal-usul tradisi lebaran ketupat terkait dengan dengan cara dakwah salah satu Wali Songo yaitu Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan ketupat.
Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi menyebut bahwa tradisi kupatan muncul pada era Wali Songo yang berdakwah dengan memanfaatkan tradisi slametan yang sudah lebih dulu dikenal oleh masyarakat.
Tradisi ini kemudian menjadi sarana untuk mengenalkan ajaran Islam mengenai cara bersyukur kepada Allah SWT, bersedekah, dan bersilaturahmi di hari lebaran.
Sementara dilansir dari TribunJambi.com, alasan tradisi lebaran ketupat jatuh seminggu setelah Idul Fitri terkait dengan sunnah utuk berpuasa selama 6 hari di bulan Syawal.
Sehingga perayaan Idul Fitri dengan cara makan ketupat bersama-sama baru dilakukan setelah selesai menjalani puasa Syawal.
Dilansir dari laman Kemendikbud, bentuk tradisi lebaran ketupat yang dilakukan warga Surabaya adalah dengan berkumpul dan makan bersama.
Lokasi pelaksanaan tradisi ini biasanya berada di masjid atau mushola di sekitar lingkungan tempat tinggal.
Ciri khas tradisi lebaran ketupat di Surabaya adalah setiap warga akan membawa sendiri-sendiri ketupat dari rumah masing-masing.
Kemudian diadakan acara selamatan atau bancakan, sebelum akhirnya ketupat tersebut akan kembali dibawa pulang.
Biasanya kupat yang dibawa baru dibuat sehari jelang pelaksanaan acara, dan saling dihantarkan kepada sanak saudara sebagai media silaturahmi.
Maka tak heran jika jelang lebaran ketupat akan banyak ditemukan penjual pembungkus ketupat yang terbuat dari janur.
Selain itu ada juga makanan pendamping atau orang Surabaya menyebutnya dengan ‘nggowo konco’ berupa masakan sederhana seperti kuah sup, lodeh, kare, sambal goreng ati, dan lain-lain.
Sumber: jatim.antaranews.com, nu.or.id, kebudayaan.kemdikbud.go.id dan jambi.tribunnews.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.