KOMPAS.com - Masyarakat Jawa masih memegang teguh adat istiadat dalam beberapa kesempatan, salah satunya upacara pernikahan.
Dalam tradisi Jawa, resepsi pernikahan dilengkapi dengan prosesi temu manten, atau pertemuan kedua mempelai. Tradisi ini dilakukan setelah ijab kabul diselenggarakan.
Praktiknya, mempelai wanita akan menunggu kedatangan mempelai pria dari pelaminan. Sementara mempelai pria datang diiringi oleh rombongan.
Saat kedua mempelai sudah dekat, keduanya akan saling melempar gantal atau gulungan daun sirih ke arah masing-masing.
Baca juga: Ruwatan, Tradisi Jawa Pembuang Sial
Prosesi melempar gantal ini untuk melambangkan pertemuan kedua mempelai. Konon inspirasi prosesi ini diambil dari kisah pertemuan Adam dan Hawa di bumi.
Di antara pengiring mempelai pria, ada dua cantrik yang membawa rangkaian yang terbuat dari daun kelapa muda. Rangkaian ini yang dikenal dengan kembar mayang.
Pada saat proses temu manten, kembar mayang akan disentuhkan ke bahu kanan dan kiri mempelai pria. Kemudian akan diserahkan kepada cantrik mempelai wanita.
Kembar mayang memiliki nama yang berbeda untuk beberapa daerah. Ada yang menyebutnya dengan gagar mayang, ada pula yang menyebutnya megar mayang.
Kembar mayang berasal dari dua kata, yaitu kembar yang berarti sama, dan mayang yang berarti bunga.
Artinya, kembar mayang adalah dua rangkai bunga yang memiliki kesamaan bentuk, isi, dan wujudnya. Kembar mayang merupakan simbol cita-cita, harapan, dan kemauan.
Baca juga: Ruwatan Murwakala, Tradisi Jawa Kuno yang Masih Eksis di Candi Kidal
Kembar mayang diwujudkan dalam bentuk gunungan. Daun kelapa muda atau janur akan dibuat menjadi beragam bentuk yang menyerupai keris, burung, bunga, ular, dan kincir.
Baca juga: 5 Upacara Adat Jawa Timur, dari Ungkapan Syukur hingga Kalender Jawa
Kembar mayang lazimnya digunakan saat pernikahan. Tradisi ini juga menandakan sudah lepasnya masa lajang bagi pria dan wanita Jawa.
Tradisi kembar mayang hanya dilakukan satu kali seumur hidup. Jika terjadi perpisahan, dan seseorang itu menikah lagi, maka pernikahan kedua dan seterusnya tidak perlu kembar mayang.
Di beberapa daerah di Jawa, kembar mayang merupakan keharusan. Sehingga jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan lajang, maka akan dibuatkan kembar mayang dan diletakkan di sisi makam.
Sumber:
Ejournal.iainbengkulu.ac.id
Repository.ung.ac.id