PASURUAN, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pasuruan sedang melakukan pelacakan aset milik Jumiyati, terpidana kasus korupsi dana bantuan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Kota Pasuruan.
Penelusuran aset tersebut diharapkan untuk menutup kerugian keuangan negara yang belum terbayarkan.
Pernyataan tersebut disampaikan Kasi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kota Pasuruan, Deni Niswansyah, setelah mempelajari putusan vonis Jumiyati.
Baca juga: Jelang Libur Nataru, Polisi dan Dishub Pasuruan Lakukan Rampcheck di PO Bus
Deni menyatakan, Jumiyati sudah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 101.500.000. Namun, nilai itu masih kurang untuk menutupi jumlah kerugian negara dalam kasus itu.
"Masih kurang sekitar Rp 200 juta," katanya, Rabu (10/12/2025).
Baca juga: Hari Anti Korupsi Sedunia, Terdakwa Korupsi PKBM Pasuruan Kembalikan Uang Rp 277 Juta
Ia menyebutkan, di antara tujuan penanganan kasus korupsi yakni mampu memulihkan kerugian keuangan negara. Melalui penelusuran hingga adanya penyitaan aset menjadi salah satu upaya memulihkan kerugian negara ketika terpidana tidak membayar uang pengganti.
Pihaknya saat ini sudah mendapatkan sejumlah informasi terkait keberadaan aset yang diduga milik Jumiyati.
"Masih kami pastikan dulu benar atau tidak. Selama yang bersangkutan masih menjalani masa hukuman, kami masih bisa menelusuri," ujar Deni.
Untuk diketahui, Jumiyati yang merupakan Ketua PKBM Anggrek dan Iswanto yang merupakan Ketua PKBM Ta'limir Qur'an ditahan Kejari Kota Pasuruan sejak akhir Desember 2024. Keduanya terlibat kasus korupsi dana bantuan PKBM dari pemerintah pusat tahun 2021-2023.
Kemudian, putusan Jumiyati naik hingga tahap kasasi dan kini sudah berkekuatan hukum tetap. Dari putusan vonis Jumiyati harus menjalani hukuman 1 tahun 6 bulan penjara. Sementara perkara Iswanto sampai saat ini masih berproses di tingkat kasasi.
Selain Jumiyati dan Iswanto, Kejari Kota Pasuruan juga menyeret terdakwa lainnya dengan kasus yang sama, yakni Ely Hariyanto dan Luluk Masluhah.
"Keduanya masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya," pungkas Deni.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang