SURABAYA, KOMPAS.com - Akhir-akhir ini viral soal air Danau Singkarak yang menjadi jernih usai banjir dan longsor di Sumatera.
Tak seperti wilayah lain yang didominasi pemandangan banjir dengan air berwarna kecokelatan, air di Danau Singkarak justru tetap jernih dan bening.
Fenomena ini pun riuh di media sosial, banyak warganet mempertanyakan penyebab air di danau bisa tetap bersih meski kawasan lain tengah terdampak banjir parah.
Baca juga: Asal Usul Warna Hijau Tosca Danau Singkarak Saat Banjir Melanda Sumatera yang Diungkap Peneliti BRIN
Dosen Departemen Teknik Geomatika ITS, Hepi Hapsari Handayani, ST, M.Sc, PhD menjelaskan bahwa fenomena tersebut memiliki hubungan tidak langsung dengan banjir dan longsor yang terjadi di Sumatera.
“Namun, kejernihan tersebut bukan disebabkan oleh danau yang ‘dibersihkan’ oleh bencana,” ungkap Hepi, Jumat (5/12/2025).
Ia menuturkan kondisi itu terjadi karena aliran sedimen dari wilayah longsor tidak menuju sub-DAS (daerah aliran sungai) yang memasok Danau Singkarak sehingga danau tidak menerima tambahan material keruh.
Selain itu, hujan ekstrem memicu proses flushing, yaitu mekanisme pengenceran alami di mana volume air yang sangat besar mendorong partikel tersuspensi keluar melalui Sungai Ombilin, sehingga lapisan permukaan danau tampak lebih bening.
“Setelah hujan badai, danau juga mengalami stratifikasi, di mana lapisan air atas menjadi lebih dingin dan lebih stabil, memungkinkan sedimen mengendap ke dasar sehingga kejernihan permukaan meningkat,” terangnya.
Baca juga: Viral Air Danau Singkarak Tetap Jernih Usai Banjir Sumatera, Ini Penjelasan Ahli
Di sisi lain, aktivitas masyarakat, seperti perahu, keramba, dan wisata, biasanya menurun setelah kejadian banjir dan longsor, membuat danau lebih tenang dan tidak ada gangguan yang mengaduk sedimen.
“Kombinasi dari tidak adanya pasokan sedimen, efek flushing, stabilisasi kolom air, dan penurunan aktivitas manusia inilah yang membuat Singkarak tampak lebih jernih,” tuturnya.
Namun, lanjutnya, kejernihan ini tidak otomatis menunjukkan bahwa danau menjadi lebih sehat secara ekologis.
Sebab, penilaian kesehatan perairan tetap memerlukan pemeriksaan parameter ilmiah seperti nutrien, klorofil-A, oksigen terlarut, dan biota endemik.
“Jadi, fenomena kejernihan ini harus dipahami sebagai hasil interaksi proses alami dan perubahan aktivitas pasca-banjir, namun kesimpulan ilmiah yang definitif tetap membutuhkan penelitian lanjutan,” imbuhnya.
Baca juga: Air Danau Singkarak Mendadak Jernih di Tengah Banjir Sumatera, Ada Apa?
Sebelumnya, dilansir dari Kompas.com, Selasa (2/12/2025), warga di dekat Danau Singkarak memberi penjelasan langsung terkait fenomena air meluap yang videonya viral tersebut.
Mereka memastikan bahwa situasi masih terkendali, meski debit air meningkat akibat hujan intens beberapa hari terakhir.
Sondra Agung Mulyadi, pengunggah video yang merupakan warga asli kawasan Danau Singkarak, menegaskan bahwa naiknya permukaan air murni dipicu curah hujan tinggi.
“Saya warga lokal asli di sini. Air meluap karena hujan, bukan karena sampah. Di pekarangan tempat air naik, tidak ada sampah atau kotoran,” katanya kepada Kompas.com, Selasa (2/12/2025).
Baca juga: Imbas Galodo Sumatera, Danau Singkarak Tertutup Kayu Gelondongan
Ia menjelaskan, ketika permukaan danau mencapai ambang tertentu, pintu bendungan dibuka selama 24 jam untuk menjaga stabilitas volume air.
“Sekarang bendungan dibuka 24 jam. Airnya mengalir ke timur melalui Batang Ombilin,” jelasnya.
Aliran dari Danau Singkarak ini kemudian menyatu dengan Sungai Indragiri di Riau dan bermuara di Selat Malaka.
Sebagian air juga dialihkan melalui terowongan bawah tanah menuju Batang Anai untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di Lubuk Alung, Padang Pariaman.
Ulurkan tanganmu membantu korban banjir di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Di situasi seperti ini, sekecil apa pun bentuk dukungan dapat menjadi harapan baru bagi para korban. Salurkan donasi kamu sekarang dengan klik di sini