MALANG, KOMPAS.com - Di tengah ruangan penuh pajangan batik, Sri Widjayati, warga Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur tampak khusyuk memperhatikan penyampaian sosialisasi Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM), melalui sambungan di layar ponselnya, Selasa (2/12/2025).
Ruangan itu memang tidak terlalu luas, hanya sekitar 4x5 meter.
Namun, di sanalah tercipta berbagai karya batik dari tangan dingin Sri.
Selain aktif berkreasi menciptakan konsep-konsep batik, Bagi Sri, mengikuti berbagai event, pelatihan, dan sosialisasi penting untuk kemajuan usaha batiknya.
Sebab, dari berbagai event itulah batiknya akan banyak dikenal.
“Alhamdulillah, sejak dirintis pada tahun 2016 silam, usaha batik dengan nama merek: Batik Bambu Kenanga ini terus berkembang hingga saat ini. Pesanan batik terus berdatangan dari berbagai kalangan,” tutur Sri di sela-sela kesibukannya mengikuti sosialisasi KUMKM.
Baca juga: Ummu Vio, Perjuangan Ibu Mengendarai Cinta di Atas Honda Beat Tua
Ibu dari 3 anak itu mengatakan, usaha batik tulis yang digelutinya itu cukup banyak berkontribusi untuk membantu menopang kebutuhan ekonomi keluarga.
Serta mampu membiayai pendidikan ketiga anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Meski sebagai tulang punggung keluarga, tentu saja perjuangan Sri tidak berjalan mulus begitu saja.
Berbagai lika-liku harus ia hadapi untuk membesarkan sekaligus membiayai pendidikan ketiga anaknya, seorang diri.
Sebelum terjun sebagai perajin batik. Ia pernah menjadi pegawai honorer di Kelurahan Turen, dengan gaji yang hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Baca juga: Demi Anak, Ibu Siti Aisyah Jadi Spesialis Tukang Tambal Ban Truk: Saya Nikmati Saja...
Sementara untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya ia harus mencari pekerjaan tambahan yang tidak mengikat.
Pada saat itu, ia mengaku pernah menjadi pedagang berbagai produk, hingga menerima layanan jasa pengurusan surat kependudukan.
“Semua pekerjaan sampingan saya kerjakan saat itu, apapun yang penting halal,” tegasnya.
Selain bekerja keras, menabung juga menjadi kunci kesuksesan Sri. Sejak dulu, ia aktif dalam keanggotan di Koperasi Wanita (Kopwan) Kelurahan Turen, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
“Kadang kalau pas tidak punya uang saat anak waktunya bayar sekolah, tabungan bisa diambil dulu di Kopwan,” bebernya.
Baca juga: Ibu Lina Yakin Bisa: Melawan Kanker demi Anak di Tengah Vonis Hidup yang Tinggal 40 Persen
Meski harus mencari nafkah seorang diri, Sri tidak pernah putus asa.
Ia bahkan, melarang untuk anaknya bekerja ketika masih menempuh pendidikan.
Tujuannya, agar anak-anaknya tetap fokus belajar, dan tidak terbebani dengan pembiayaan.
“Saya tegaskan sejak awal kepada anak-anak saya, kalau soal biaya tidak perlu ikut mikir. Biar saya saja yang mencarinya,” ujarnya.
“Saya tidak ingin pikiran anak saya yang seharusnya fokus belajar jadi terpecah dengan beban pekerjaan,” imbuhnya.
Alhasil, berkat kegigihannya, ketiga anaknya saat ini sudah sukses semua.
Mereka berhasil menempuh pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi.
Bahkan anak keduanya berhasil menempuh pendidikan doktoral di salah satu perguruan tinggi ternama di China.
“Alhamdulillah, saat ini anak saya sudah mandiri semua. Dua orang sudah berkeluarga, dan anak bungsu sudah bekerja sebagai pegawai salah satu Bank milik negara,” tuturnya.
Baca juga: Kisah Saleha, Ibu Petani Inspiratif Jual Sawah Antarkan Anak Jadi TNI
Tanggung jawab ekonomi bagi anak-anaknya saat ini memang sudah terlepas.
Namun, saat ini Sri tetap merasa mempunyai tanggung jawab terhadap perekonomian 6 pengrajin batiknya.
Sebagai bos bagi para pengrajinnya, yang mempunyai kewajiban menggaji, Sri mengaku juga turut membantu memanajemen keuangannya pengrajinnya.
Gaji yang didapat karyawannya, sebagian kecil ia potong untuk ditabungkan ke Koperasi Wanita (Kopwan) Kelurahan Turen.
“Berapa nilai setoran dan segala macam, saya catat dengan rinci. Sehingga sewaktu-waktu mereka butuh, mereka bisa mengambil tabungan itu,” bebernya.
Sri berharap, tabungan itu bisa membantu perekonomian keluarganya, khususnya untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya.
“Saya tanamnya kepada mereka prinsip, bahwa seorang istri perlu membantu perekonomian keluarga, agar anaknya bisa menempuh pendidikan yang layak dan tinggi,” pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang