Salin Artikel

Mulai dari Pegawai Honorer hingga Perajin Batik, Sri Widjayati Biayai Pendidikan Ketiga Anaknya

Ruangan itu memang tidak terlalu luas, hanya sekitar 4x5 meter.

Namun, di sanalah tercipta berbagai karya batik dari tangan dingin Sri.

Selain aktif berkreasi menciptakan konsep-konsep batik, Bagi Sri, mengikuti berbagai event, pelatihan, dan sosialisasi penting untuk kemajuan usaha batiknya.

Sebab, dari berbagai event itulah batiknya akan banyak dikenal.

“Alhamdulillah, sejak dirintis pada tahun 2016 silam, usaha batik dengan nama merek: Batik Bambu Kenanga ini terus berkembang hingga saat ini. Pesanan batik terus berdatangan dari berbagai kalangan,” tutur Sri di sela-sela kesibukannya mengikuti sosialisasi KUMKM.

Ibu dari 3 anak itu mengatakan, usaha batik tulis yang digelutinya itu cukup banyak berkontribusi untuk membantu menopang kebutuhan ekonomi keluarga.

Serta mampu membiayai pendidikan ketiga anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Meski sebagai tulang punggung keluarga, tentu saja perjuangan Sri tidak berjalan mulus begitu saja.

Berbagai lika-liku harus ia hadapi untuk membesarkan sekaligus membiayai pendidikan ketiga anaknya, seorang diri.

Sebelum terjun sebagai perajin batik. Ia pernah menjadi pegawai honorer di Kelurahan Turen, dengan gaji yang hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Sementara untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya ia harus mencari pekerjaan tambahan yang tidak mengikat.

Pada saat itu, ia mengaku pernah menjadi pedagang berbagai produk, hingga menerima layanan jasa pengurusan surat kependudukan.

“Semua pekerjaan sampingan saya kerjakan saat itu, apapun yang penting halal,” tegasnya.

Selain bekerja keras, menabung juga menjadi kunci kesuksesan Sri. Sejak dulu, ia aktif dalam keanggotan di Koperasi Wanita (Kopwan) Kelurahan Turen, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.

“Kadang kalau pas tidak punya uang saat anak waktunya bayar sekolah, tabungan bisa diambil dulu di Kopwan,” bebernya.

Meski harus mencari nafkah seorang diri, Sri tidak pernah putus asa.

Ia bahkan, melarang untuk anaknya bekerja ketika masih menempuh pendidikan.

Tujuannya, agar anak-anaknya tetap fokus belajar, dan tidak terbebani dengan pembiayaan.

“Saya tegaskan sejak awal kepada anak-anak saya, kalau soal biaya tidak perlu ikut mikir. Biar saya saja yang mencarinya,” ujarnya.

“Saya tidak ingin pikiran anak saya yang seharusnya fokus belajar jadi terpecah dengan beban pekerjaan,” imbuhnya.

Alhasil, berkat kegigihannya, ketiga anaknya saat ini sudah sukses semua.

Mereka berhasil menempuh pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi.

Bahkan anak keduanya berhasil menempuh pendidikan doktoral di salah satu perguruan tinggi ternama di China.

“Alhamdulillah, saat ini anak saya sudah mandiri semua. Dua orang sudah berkeluarga, dan anak bungsu sudah bekerja sebagai pegawai salah satu Bank milik negara,” tuturnya.

Tanggung jawab ekonomi bagi anak-anaknya saat ini memang sudah terlepas.

Namun, saat ini Sri tetap merasa mempunyai tanggung jawab terhadap perekonomian 6 pengrajin batiknya.

Sebagai bos bagi para pengrajinnya, yang mempunyai kewajiban menggaji, Sri mengaku juga turut membantu memanajemen keuangannya pengrajinnya.

Gaji yang didapat karyawannya, sebagian kecil ia potong untuk ditabungkan ke Koperasi Wanita (Kopwan) Kelurahan Turen.

“Berapa nilai setoran dan segala macam, saya catat dengan rinci. Sehingga sewaktu-waktu mereka butuh, mereka bisa mengambil tabungan itu,” bebernya.

Sri berharap, tabungan itu bisa membantu perekonomian keluarganya, khususnya untuk kebutuhan biaya pendidikan anak-anaknya.

“Saya tanamnya kepada mereka prinsip, bahwa seorang istri perlu membantu perekonomian keluarga, agar anaknya bisa menempuh pendidikan yang layak dan tinggi,” pungkasnya.

https://surabaya.kompas.com/read/2025/12/02/151948078/mulai-dari-pegawai-honorer-hingga-perajin-batik-sri-widjayati-biayai

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com